Jumat, 17 April 2009

Pendidikan Keagamaan

Artikel :
6. Pendidikan Keagamaan Ditingkatkan


Rabu, 01 April 2009
PARIAMAN, METRO--Pemerintah Kota Pariaman akan terus mengupayakan peningkatan kualitas pendidikan keagamaan di tiap jenjang pendidikan, termasuk Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) dan Taman Pendidikan Seni baca Al Qur’an (TPSA). Hal itu untuk menciptakan intelektualitas siswa dengan sumber daya manusia (SDM) keagamaan andal dan mandiri di masa datang.
Hal itu disampaikan Wali Kota Pariaman Drs H Mukhlis R MM kepada koran ini, kemarin. Katanya, kualitas pendidikan keagamaan yang baik akan mampu membentengi diri anak didik dari pengaruh dunia barat yang merongrong sendi-sendi agama dan budaya.
Menurutnya, perlu strategi yang matang dalam proses pembelajaran. Tiap guru dituntut tidak lagi menggunakan metode yang kaku, namun lebih bervariasi. Karena membangkitkan semangat belajar siswa hal yang paling penting. Sebab pada dasarnya siswa bukanlah wadah yang harus diisi, melainkan api yang harus disulut.

Katanya, kegembiraan siswa dalam menerima pembelajaran perlu diperhatikan. Karena itu adalah dijadikan faktor penentu meningkatkan kualitas belajar. Guru dituntut mengoptimalkan peran siswa agar potensi mereka merasa dihargai. Pemahaman inilah yang wajib terus dikembangkan, karena dapat menciptakan kebahagiaan siswa. Sehingga mereka menjadi tekun belajar.

Dijelaskan Wako, kunci utama untuk meraih kesuksesan dalam mewujudkan hal tersebut di atas adalah dengan menciptakan komunikasi yang santun dalam setiap kegiatan belajar mengajar bahkan di luar kegiatan belajar mengajar. Di samping itu marilah terus di pupuk dan kembangkan komitmen dan budaya keteladanan bagi setiap insan pendidikan dalam mendukung terlaksananya program-program pendidikan.

Khusus untuk TPA/TPSA, katanya, untuk meningkatkan kualitasnya Pemko telah mengambil kebijakan mengangkat statusnya menjadi MDA. Tujuan tidak lain untuk mewujudkan pengembangan metode pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan. Saat ini Pemko bersama dengan DPRD tengah membahas Peraturan Daerah (Perda) Baca Tulis al Quran untuk memperkokoh penanaman nilai-nilai yang terkandung di al Quran itu. Terutama bagi generasi muda sebagai pelanjut tongkat estafet pembangunan.

Muhkis R mengimbau masyarakat untuk membangun keluarga yang baik. Karena pada keluarga merupakan lingkungan hidup primer dan fundamental, tempat terbentuknya kepribadian yang mewarnai kehidupan manusia.
“Keluarga juga menentukan masyarakat, bangsa dan negara. Tentunya semuanya itu bisa tercapai, jika setiap keluarga dapat mewujudkan keluarga sejahtera,” tandasnya.

7. 3.700 Guru TPA/MDA di Padang peroleh bantuan Rp 4.4 M

PADANG -- Sebanyak 3.700 guru mengaji di Taman Pendidikan Al Quran (TPA) dan Madrasah Diniyah Awaliah (MDA) di Padang, Sumbar, memperoleh bantuan pemerintah kota (Pemkot) Padang Rp4,4 miliar atau Rp100 ribu/bulan per guru.

"Tiga ribuan lebih relawan guru mengaji itu dibantu guna menghargai pengabdiannya dan perjuangannya mendorong program pengembangan keagamaan di Padang," kata Kabag Binsos Sekdako Padang, Sumbar, Zabendri di Padang, Kamis.

Padang memiliki 3.700 relawan guru mengaji masing-masing sebanyak 2.800 guru TPA, dan 900 guru MDA, yang berjuang dan bergiat di jalan Allah SWT, meningkat akhlak generasi muda dan mendukung suksesnya program tulis baca Al Quran.

Ia mengatakan, bantuan sebesar Rp4,4 miliar APBD 2008 --masing-masing Rp100 ribu /bulan per guru itu, baru dicairkan semester pertama 2008 sebesar Rp2,2 miliar.

"Sebagian dana yang dicairkan itu sudah diterima para relawan, dan sisanya akan disalurkan kembali hingga
akhir Desember 2008," katanya.

Mereka wajib dibantu Pemkot Padang, kendati masyarakat yang berdiam di sekitar kawasan masjid dan mushalla tersebut juga memberikan insentif serupa.

Karenanya bantuan tersebut, katanya, tetap dianggarkan tiap tahun guna mendorong percepatan program Pemkot Padang dalam meningkatkan kualitas iman, akhlak dan agama warga kota khususnya pelajar.

Pemkot Padang, kini, katanya lagi lebih gencar melaksanakan program peningkatan akhlak pelajar, terkait maraknya persoalan pindah agama dan keyakinan, kriminalitas di kalangan pelajar dan perbuatan menyimpang antara lain penyalahgunaan narkoba.

"Kasus tersebut, cukup mengkhwatirkan dan generasi muda berkualitas di Padang terancam 'kehilangan
generasi', sehingga Pemkot terkait bertekad menggencarkan program peningkatan akhlak tersebut melalui kegiatan pesantren Ramadhan.

Tahun 2008, katanya, Pemkot Padang telah menganggarkan Rp2,5 miliar untuk mendorong suksesnya pesantren Ramadhan tersebut disamping itu Rp300 juta lainnya bagi peningkatan pembangunan fisik mushala.

8. Depdiknas Optimis 2009 tidak ada Lagi Sekolah Rusak

JAKARTA -- Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) optimistis proses rehabilitasi dan renovasi sebanyak 135.194 ruang kelas dan sekolah rusak di tingkat sekolah dasar, Madrasah Ibtidaiah (MI) dan SD Luar Biasa (SDLB) di sejumlah provinsi di tanah air dapat dituntaskan pada tahun 2009 dengan perkiraan biaya sebesar Rp9,07 triliun. "Seiring dengan terpenuhinya alokasi anggaran 20 persen untuk sektor pendidikan, Presiden meminta agar memberikan prioritas salah satunya penuntasan wajib belajar (wajar) sembilan tahun. Untuk menuntaskan wajar sembilan tahun tersebut, maka upaya dilakukan antara lain melalui perbaikan sarana dan prasarana pendidikan," kata Direktur Pembinaan Tk dan SD Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Depdiknas, Mudjito Ak di Jakarta, Senin.
Data tahun 2003 meunjukkan terdapat 531.186 ruang kelas SD/MI atau sebesar 49,50 persen dari 1.073.103 ruang kelas SD/MI yang mengalami kerusakan sedang dan berat. "Perbaikan ruang kelas rusak baik kategori sedang dan berat untuk tingkat SD/MI telah dilakukan sejak tahun 2003 dan jumlahnya cukup besar yakni 531.186 ruang kelas (49,5 persen) di seluruh Indonesia," katanya.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki ruang kelas yang rusak adalah melalui program dana alokasi khusus (DAK) bidang pendidikan dan non DAK antara lain melalui dana bencana alam, APBN-P, dekonsentrasi, APBD I dan II. DAK bidang pendidikan dimaksud untuk menunjang pelaksanaan wajib belajar 9 tahun dan diarahkan untuk membiayai rehabilitasi ruang kelas SD/MI dan SDLB serta sekolah-sekolah setara SD yang berbasis keagamaan, meliputi juga sarana meubilernya, katanya.
Selanjutnya, selama lima tahun proses rehabilitasi dan renovasi dilaksanakan setiap tahun hingga tahun 2008 dengan rincian renovasi melalui dana alokasi khusus (DAK) sebanyak 295.548 ruang kelas (27,51 persen) dan dana non DAK sebanyak 100.444 ruang kelas (9,3 persen) sehingga sisa ruang kelas rusak pada tahun 2009 sebanyak 135.194 ruang kelas (12,6 persen). Lebih lanjut Mudjito mengatakan, sisa ruang kelas rusak pada tahun 2009 sebanyak 135.194 ruang kelas tersebar di semua propinsi di tanah air, yakni dengan tingkat kerusakan ringan antara 0-10 persen sebanyak 1.331 ruang kelas terdapat di 19 propinsi, antara lain Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Jambi, Maluku, NTB, Papua, Bangka Belitung, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah dan sebagainya.
Ruang kelas rusak sedang antara 10,2 hingga 20 persen sebanyak 2.282 ruang kelas terdapat di tiga propinsi yakni, Daereh Istimewa Yogyakarta (DIY), Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Rusak antara 20,1 persen hingga 30 persen sebanyak 4.451 ruang kelas terdapat di tiga propinsi, yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan sedangkan kerusakan lebih dari 30 persen sebanyak 127.130 ruang kelas terdapat di 10 provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Timur dan Banten.
Lebih lanjut Mudjito mengatakan, dana yang dibutuhkan untuk renovasi satu ruang kelas rata-rata sebesar Rp50 juta namun seiring dengan kemungkinan terjadinya eskalasi harga, maka perhitungan anggaran untuk rehabilitasi ruang kelas rusak sebanyak 135.194 unit pada tahun 2009 mengalami peningkatan dari Rp9,1 triliun menjadi Rp12,4 triliun.
"Depdiknas optimis dengan tuntasnya rehabilitasi ruang kelas rusak pada tahun 2009, maka pada tahun berikutnya diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP) seperti standar pembiayaan, standar kelulusan siswa dan sebagainya," tambahnya.

9. Depag Gelar LPQ dan LKIR Untuk Siswa Madrasah

JAKARTA--Direktorat Pendidikan Madrasah Ditjen Pendidikan Islam Departemen Agama menggelar Lomba Pemahaman al-Qur`an (LPQ) dan Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) 2008 bagi siswa madrasah aliyah tingkat nasional yang akan dibuka secara resmi oleh Dirjen Pendidikan Islam Moh Ali di Jakarta, Kamis (4/9).
Hal itu diungkapkan Direktur Pendidikan Madrasah Firdaus MPd menjelaskan rencana LPQ dan LKIR tingkat nasional bagi siswa madrasah yang akan berlangsung di Jakarta, 4-6 September 2008, bertema "Dengan Kompetisi Siswa Madrasah Kita Tingkatkan Prestasi Siswa Madrasah"
Menurut Firdaus, kegiatan tahunan ini merupakan ajang kompetisi siswa madrasah untuk berprestasi sesuai dengan bakatnya dalam rangka peningkatan mutu siswa madrasah. "Tujuannya untuk mengembangkan potensi dan kreatifitas siswa, membentuk watak yang jujur, tekun, cermat, dan berpandangan terbuka," ujarnya.
Kriteria Lomba Pemahaman Al Quran, kata Firdaus, mencakup materi lomba sesuai dengan KTSP, memahami makna al-Qur`an, baik secara harfiyah maupun ma`nawiyah dan menjawab/mengisi tes tulis (tahriry) dan lisan (syafahy).
Ada 3 (tiga) kategori LKIR yang akan diperlombakan, yaitu: Kategori agama dan akhlak mulia, Kategori kewarganegaraan, kepribadian dan estetika, dan Kategori sains dan teknologi.
Firdaus menambahkan, kriteria untuk lomba karya ilmiah remaja adalah karya ilmiah hasil penelitian sosial keagamaan, IPA (sains), dan IPS (kewarganegaraan), format penulisan memenuhi standar yang telah ditentukan dan memenuhi kaidah ilmiah (dengan metodologi penulisan karya ilmiah), menggunakan metodologi tertentu untuk menganalisis data-data hasil penelitian sehingga menghasilkan suatu kesimpulan dan saran, dan naskah ditulis minimal 20 halaman.

10. Dubes Jepang : Pesantren Bagian Penting Hubungan Jepang-Indonesia

CISAAT, SUKABUMI -- Duta Besar (Dubes) Jepang untuk Indonesia Kojiro Shiojiri mengemukakan bahwa pondok pesantren (Ponpes), yang merupakan lembaga pendidikan untuk menggembleng generasi muda menjadi bagian penting hubungan kedua negara.
"Mengapa saya datang ke pesantren, karena bagi kami, sumberdaya manusia (SDM) bangsa Indonesia juga dilahirkan dari lembaga pesantren ini, dan ke depan tentunya amat penting bagi terjalinnya hubungan baik Jepang dan Indonesia," katanya di Ponpes Sunanul Huda, Kampung Cikaroya, Desa Cibolang Kaler RT52/RW11, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Jumat sore.
Usai memberikan kuliah umum dengan tema hubungan Indonesia-Jepang di Ponpes yang memiliki 1.200-an santri mulai TK, SD, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan pesantren "salafy" -- kegiatan belajar ilmu-ilmu keagamaan dengan mempelajari bahasa Arab dan kitab-kitab kuning--Dubes Kojiro Shiojiri memberikan waktu kepada pers untuk wawancara.
Jepang secara tradisionil menjadikan pos Dubesnya antara lain di Washington, London dan Jakarta serta Seoul sebagai tempat penugasan yang dinilai penting bagi kepentingan negeri tersebut.

Berkaitan dengan kunjungannya ke Ponpes, ia lebih lanjut mengatakan bahwa sejak diberi amanah menjadi Dubes di Indonesia, dirinya mengaku berkeinginan untuk sepekan sekali bisa bertemu berbagai kelompok masyarakat di Indonesia, termasuk komunitas Ponpes.
"Kalau memungkinkan, saya ingin sekali sepekan sekali bisa bertemu dengan berbagai kelompok masyarakat di Indonesia," katanya didampingi Sekretaris III bidang politik Kedubes Jepang di Jakarta Akira Saito dan peneliti sekaligus penasehat Atsushi Sano.
Menurut dia, sebagai bagian dari lembaga pendidikan yang khas Indonesia, pesantren dilihatnya telah menjadi bagian penting dan tak terpisahkan munculnya SDM berkualitas.
"Pertanyaan pelajar dan santri di Ponpes Sunanul Huda saat dialog menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di lembaga semacam ini terlihat jelas. Saya kagum dengan pertanyaan kritis yang muncul," katanya mengapresiasi sesi dialog dengan pelajar dan santri usai dirinya memberikan kuliah umum mengenai perkenalan pada budaya Jepang.
Dikemukakan pula bahwa kedatangannya ke pesantren, tidak lain tujuan utama yang hendak dicapai adalah kian bertambahnya pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai Jepang, dan juga sebaliknya bahwa ia ingin memperkenalkan budaya Indonesia yang majemuk kepada bangsa dan rakyat Jepang.
"Terus meluasnya jalinan kerjasama di berbagai tingkatan kedua negara, itulah hal esensial yang ingin kami tuju melalui serangkaian pertemuan dengan berbagai kelompok masyarakat di Indonesia," katanya.
Dubes Jepang untuk Indonesia sejak April 2008 menggantikan Shin Ebihara, sebelum berkunjung ke Sunanul Huda di Kabupaten Sukabumi ini sebelumnya juga mengunjungi beberapa Ponpes lainnya.
Ia menyebut diantaranya Ponpes Darunnajah di Jakarta, dan juga telah berkunjung ke lembaga pendidikan Islam modern yakni perguruan Al-Azhar yang juga berada di Jakarta. "Kalau ada Ponpes lain di Indonesia ingin berkomunikasi dengan kami, silakan untuk menjadwalkan waktunya dengan staf-staf kami, karena saya memang ingin membuka jalinan komunikasi lebih luas," katanya.
Sehubungan dengan keinginannya menjalin komunikasi dengan komunitas Ponpes, ia juga mengatakan bahwa ke depan akan mengupayakan ditambahnya beasiswa dari Jepang kepada pelajar dan mahasiswa di Indonesia untuk belajar di negeri "Matahari Terbit" itu.
Menurut dia, sejauh data yang diketahuinya hingga tahun 2008 dari 1.500-an warga Indonesia yang belajar di Jepang, jumlah yang mendapatkan beasiswa sebanyak 150-an orang. Jumlah itu dinilainya belum proporsional dengan besarya penduduk Indonesia sehingga dirinya berkomitmen untuk bisa menambah porsi beasiswa dimaksud. "Untuk tahun 2009 kita akan usahakan ada penambahan bagi kesempatan beasiswa generasi muda Indonesia untuk belajar di Jepang," katanya.

Masih komitmen
Sementara itu, pimpinan Yayasan Sunanul Huda --yang mengelola semua lembaga pendidikan di Ponpes itu--KH E Solahudin Al-Ayyubi menjawab pertanyaan wartawan seberapa besar bantuan Jepang kepada Ponpes itu, ia menjelaskan bahwa karena kedatangan Dubes Jepang untuk Indonesia baru pertama kali, yang intinya adalah perkenalan, maka rencana bantuan masih sebatas komitmen.
"Komitmen yang kejelasannya sudah ada adalah kemungkinan mendapat beasiswa bagi pelajar dan santri di sini, sedangkan bantuan lain semisal dana 'block grant', mungkin bisa dibahas pada pertemuan dengan staf Kedubes lainnya," katanya.
Ia mengaku bahwa kedatangan Dubes Jepang ke Ponpes Sunanul Huda, salah satunya karena mendengar informasi bahwa selama ini, Australia telah memberikan bantuan dalam bentuk dana "block grant". "Sehingga pihak Jepang kemudian setelah tahu mengenai hal itu menyatakan, mengapa kami (Jepang) yang punya hubungan kesejarahan dengan Indonesia tidak membantu juga," katanya.
Pihaknya berharap setelah kunjungan perdana itu, ke depan akan ada komitmen yang lebih kongkrit mengenai bantuan dimaksud, yang tujuannya adalah untuk semakin meningkatkan kualitas SDM di lingkungan Ponpes, agar bisa menyelaraskan dengan kemajuan global sehingga komunitas pesantren bisa mengikutinya. Dalam kunjungan ke Ponpes itu, Dubes Kojiro Shiojiri dan rombongan disambut Bupati Sukabumi H Sukmawijaya dan pimpinan Ponpes Sunanul Huda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar