Rabu, 27 Mei 2009

Resume Buku "Perencanaan Pengajaran"

ASSIGNMENT
PROFESI KEPENDIDIDKAN
“ Resume Buku ”


OLEH :
DWI YUNITA
8135077965



Konsentrasi Tata Niaga Non Reguler 2007
Program Studi Pendidikan Ekonomi S1
Jurusan Ekonomi dan Administrasi
Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Jakarta


Judul Buku : Perencanaan Pengajaran
Pengarang : Udin Syaefudin Sa’ud, M.ed.Ph.D dan
Prof. Dr. Abin Syamsuddin Makmun,M.A
Halaman : 278 Halaman
Tahun Terbit : 2005
Penerbit : Rosda



PERAN DAN FUNGSI PERENCANAAN PENDIDIKAN

Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan


a. Perencanaan, Manajeman, dan Administrasi
Perencanaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan dan menetukan seperangkat keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi (peristiwa, keadaan, suasana, dan sebagainya) dan apa yang akan dilakukan (intensifikasi, eksistensifikasi, revisi, renovasi, subsitusi, kreasi, dan sebagianya). Kajian mengenai perencanaan selalu terkait dengan konsep manajemen dan administrasi, karena perencanaan merupakan unsur dan fungsi yang pertama dan utama dalam konsep manajemen maupun administrasi.

Hal-hal yang penting dalam menyusun suatu rencana, yaitu :
a. Berhubungan dengan masa depan,
b. Seperangkat kegiatan,
c. Proses yang sistematis, dan
d. Hasil serta tujuan tertentu.

Fungsi dari perencanaan adalah :
a. Sebagai pedoman pelaksanaan dan pengendalian,
b. Menghindari pemborosan sumber daya,
c. Alat bagi pengembangan quality assurance, dan
d. Upaya untuk memenuhi accountability kelembagaan.

b. Konsep Dasar Perencanaan
Pendidikan merupakan upaya yang dapat mempercepat pengembangan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan kepadanya, karena hanya manusia yang dapat dididik dan mendidik. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional, moral, serta keimanan dan ketakwaan manusia.

c. Konsep dasar Perencanaan Pendidikan
Perencanaan pendidikan merupakan suatu proses mempersiapkan seperangkat keputusan untuk kegiatan-kegiatan di masa depan yang diarahkan untuk mencapai tujuan dengan cara yang optimal dalam suatu Negara. Terdapat empat hal yang menyangkut perencanaan pendidikan, yaitu :
a. Tujuan yang akan dicapai dalam perencanaan,
b. Keadaan yang terjadi sekarang,
c. Alternatif pilihan kebijakan dan prioritas dalam mencapai tujuan, dan
d. Strategi penentuan cara yang terbaik untuk mencapai tujuan.

Perencanaan pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan untuk melihat masa depan dalam hal menentukan kebijakan. Prioritas dan biaya pendidikan dengan mempertimbangkan kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, social, dan politik untuk mengembangkan sistem pendidikan Negara dan peserta didik yang dilayani oleh sistem tersebut.
Jadi secara konseptual bahwa perencanaan pendidikan itu sangat ditentukan oleh cara, sifat, dan proses pengambilan keputusan, sehingga nampaknya dalam hal ini terdapat banyak komponen yang ikut berproses didalamnya.

d. Analisis Posisi Perencanaan Pendidikan
Perencanaan merupakan alat pengubah dan pengendali perubahan, sedangkan pembangunan artinya mengubah untuk maju dan berkembang menuju arah tertentu. Ini berarti setiap upaya pembangunan memerlukan perencanaan dan setiap perencanaan adalah untuk mewujudkan upaya pembangunan. Karena itu pembangunan dan perencanaan dalam pengertian ini tidak dapat dipisahkan karena memang saling melengkapi dan saling membutuhkan. Ini berarti setiap upaya pembangunan memerlukan perencanaan, dan setiap perencanaan adalah untuk mewujudkan upaya pembangunan.

e. Mekanisme Perencanaan Pendidikan
Ditinjau dari posisi dan sifat serta karakteristik model perencanaan, perencanaan pendidikan itu ada yang bersifat terpadu, dan yang bersifat komprehensif, ada yang bersifat transaksional dan ada pula yang bersifat strategik.
Kegiatan perencanaan adalah kegiatan yang sistematik dan sequensial, karena itu kegiatan-kegiatan dalam proses penyusunan perencanaan dan pelaksanaan perencanaan memerlukan tahapan-tahapan sesuai dengan karakteristik perencanaan yang sedang dikembangkan.


Pentingnya Perencanaan dalam Manjemen Pendidikan

a. Sejarah Perencanaan
Gagasan mengenai perencanaan pendidikan sudah ada sejak jaman dahulu, meskipun sifatnya murni spekulatif. Tujuan pendidikan menurut plato adalah untuk kebahagian individu dan kesejahteraan Negara, sedangkan tugas pendidikan adalah untuk mencapai tujuan itu melalui lembaga-lembaga sosial dimana masing-masing individu harus menyesuaikan dengan tujuan itu melalui proses seleksi.

b. Karakteristik Perencanan
Pendidikan adalah suatu alat yang sangat kuat untuk mencapai perubahan dan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Hal-hal yang harus diperhatikan para pendidikan dan para perencanaan, yaitu :
a. Tenaga kerja,
b. Merencanakan dan menguasai penerimaan murid, kemudian output lulusan dan hasilnya.

c. Pentingnya Perencanaan
Perencanaan dipandang penting dan diperlukan bagi suatu organisasi antara lain ;
1. Dengan adanya perencanaan diharapkan tumbuhnya suatu pengarahan kegiatan.
2. Dengan perencanaan, maka dapat dilakukan suatu perkiraan terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui.
3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif tentang cara yang terbaik atau kesempatan untuk memilih kombinasi cara yang terbaik.
4. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas.
5. Dengan adanya rencana, maka aka nada suatu alat pengukur atau standar untuk mengadakan pengawasan.

Kondisi Aktual Perncanaan dalam Sistem Pendidikan Nasional
a. Peraturan dan Kebijakan dalam Perencanaan
Salah satu alat kebijakan pemerintah yang terindependensi dengan kebijakan-kebijakan publik lainnya adalah perencanaan pendidikan. Proses perencanaan pendidikan di Indonesia diarahkan pada relevansi, efisiensi, dan efektivitas,namun optimalisasi kinerja manajemen pendidikannya belum berjalan sesuai dengan harapan.

b. Penerapan Perencanaan dalam Sistem Pendidikan Nasional
Salah satu bentuk pelaksanaan dari perencanaan pendidikan di Indonesia adalah berkenaan dengan penerapan desentralisasi pendidikan yaitu Manajemen Berbasi Sekolah (MBS). Tujan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Melalui penerapan MBS itu akan berimplikasi dan berdampak pula pada perubahan sistem perencanaan pendidikan yang ada di Indonesia. MBS memberikan kewenangan penuh kepada kepala sekolah dan guru dalam mengatur pendidikan dari pembelajaran, merencanakan, mengorganisasi, mengawasi, mempertanggungjawabkan, mengatur serta memimpin sumber daya manusia serta sarana lainnya dalam rangka membantu proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan sekolah. MBS juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik, guru-guru, serta kebutuhan masyarakat setempat.


Perencanaan Pendidikan dalam Sistem Pendidikan Nasional

a. Pentingnya Posisi Perencanaan Pendidikan
Perencanaan pendidikan menempati posisi strategis dalam keseluruhan proses pendidikan. Perencanaan pendidikan itu memberikan kejelasan arah dalam usaha proses penyelengaraan pendidikan, sehingga manajemen usaha pendidikan akan dapat dilaksanakan dengan lebih efektif dan efisien.
Dengan demikian seorang perencana pendidikan dituntut untuk memiliki kemampuan dan wawasan yang luas agar dapat menyusun sebuah rancangan yang dapat dijadikan pegangan dalam pelaksanaan proses pendidikan selanjutnya. Rancangan tersebut harus mampu mengidentifikasi berbagai kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (SWOT).

b. Posisi Perencanaan Pendidikan Sistem Pendidikan Nasional yang Efektif
Tahapan-tahapan dalam perencanaan pendidikan, yaitu :
a. Mendefinisikan permasalahan perencanaan pendidikan,
b. Analisis bidang telaahan permasalahan perencanaan,
c. Mengkonsepsikan dan merancang rencana,
d. Evaluasi rencana,
e. Menentukan rencana,
f. Implementasi rencana, dan
g. Evaluasi implementasi rencana dan umpan baliknya.


PROSES PERENCANAAN PENDIDIKAN

Mendefinisikan Permasalahan Perencanaan Pendidikan

a. Ruang Lingkup Permasalahan Pendidikan
Gambaran dan batasan permasalahan pendidikan sangat penting dan strategis, karena setiap kegiatan yang akan dirumuskan dalam proses perencanaan harus diarahkan dalam kerangka pemecahan masalah.
Ruang lingkup permasalahan pendidikan, meliputi :
1. Kebutuhan akan perencanaan pendidikan,
Kebutuhan akan perencanaan muncul sebagai akibat semakin intensif dan kompleksnya permasalahan yang muncul dalam masyarakat.
2. Pengertian permasalahan perencanaan pendidikan,
Terdapat tiga hal pokok yang harus diketahui dan diperhatikan, untuk memberikan pemahaman tentang pengertian perencanaan pendidikan meliputi : karakteristik perencanaan pendidikan, dimensi perencanaan pendidikan dan hambatan perencanaan pendidikan.
3. Karakteristik perencanaan pendidikan,
Perencanaan hanya dapat mengacu kepada persiapan pembelajaran, yang intinya kepedulian terhadap lingkungan dari komunitas manusia, sehingga seorang perencana harus mengetahui nilai-nilai, tujuan, dan struktur sosial dari komunitas dengan tujuan untuk melayaninya secara memadai.
4. Dimensi perencanaan pendidikan,
Dimensi-dimensi perencanaan pendidikan, yaitu :
a. Significance, yaitu tingkat kebermaknaan yang tergantung dari kepentingan social dari tujuan pendidikan yang diusulkan.
b. Feasibility, yaitu kelayakan teknis dan perkiraan biaya merupakan aspek yang harus dilihat secara realistik.
c. Relevance, yaitu konsep relevan mutlak perlu bagi implementasi rencana pendidikan.
d. Definitiveness, yaitu penggunaan teknik simulasi untuk menjalankan rencana dengan menggunakan data model buatan, tujuannya adalah untuk meminimumkan kejadian yang tidak diharapkan yang akan mengalihkan sumber daya dari tujuan yang direncanakan.
e. Parsimoniusness, yaitu perencanaan haruslah digambarkan secara sederhana.
f. Adaptability, yaitu perencanaan pendidikan haruslah dinamis dan dapat berubah sesuai informasi sebagai umpan.
g. Time, yaitu siklus alamiah pokok bahasan pada perencanaan, kebutuhanuntuk merubah situasi yang tidak dapat dipukul, keterbatasan perencanaan pendidikan dalam meramalkan masa depan merupakan beberapa faktor yang berkaitan dengan waktu.
h. Monitoring, yaitu melibatkan penegakkan kriteria pendidikan untuk menjamin berbagai komponen rencana bekerja secara efektif.
i. Subject matter, yaitu pokok-pokok bahasan yang akan direncanakan.
5. Kendala-kendala dalam perencanaan pendidikan, dan
Kendala memegang peranan yang sangat penting dalam mendefinisikan arti perencanaan pendidikan, yang utamanya meliputi: politik, ekonomi, dan waktu.
6. Makna permasalahan perencanaan pendidikan.
Perencanaan pendidikan terlihat sebagai perwujudan dari kecenderungan kea rah kegiatan menusia. Tujuan perencanaan pendidikan adalah untuk mencapai efisiensi pada proses penyelesaian masalah.

b. Pengkajian Sejarah Perencanaan Pendidikan
Perncanaan berorientasi pada masa depan dan meliputi analisi yang menyeluruh (komperehensif) tentang masa kini, dan juga kekuatan-kekuatan sejarah yang membentuk perkembangannya. Dalam perencanaan, tanpa adanya sejarah, maka tidak akan didapatkan momentum untuk melakukan sesuatu menuju masa depan.

c. Kesenjangan antara Kenyataan dengan Harapan dalam Perencanaan Pendidikan
Secara umum suatu perencanaan meliputi :
a. Lingkup dan cakupan bidang permasalahan,
b. Rentang permasalahan termasuk didalamnya perencanaan penyelasaian,
c. Akibat yang ditimbulkan, analisis permasalahan serta upaya penyelesaiannya, dan
d. Perhatian secara umum atas keberadaan masalah dan penyelesaiannya.

Perencanaan pendidikan diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, perubahan sikap kerja, tumbuhnya sinergi dari berbagai lembaga, kemajemukan di antara kepentingan individu, serta adanya berbagai penyelesaian terhadap masalah-masalah penduduk yang berada di pinggiran kota.
Perencanaan pendidikan harus berorientasi terhadap program siswa yang berstruktur dengan kondisi yang relevan dengan lingkungan sekitarnya. Perencanaan pendidikan dipandang perlu untuk melibatkan berbagai tingkatan (stakeholders) yang ada di masyarakat.

d. Sumber daya dan Hambatannya dalam Perencanaan Pendidikan
Sumber daya dan hambatan merupakan dua bagian penting yang perlu diidentifikasi dan dikenali dalam perumusan sebuah perencanaan pendidikan. Untuk menghasilkan atau mencapai solusi optimal suatu perencanaan tergantung pada ketersediaan sumber daya dan karakter hambatan yang ada, baik secara individu maupun kelembagaan.

e. Menentukan Komponen-komponen dari Perencanaan Pendidikan beserta Prioritasnya
Perencanaaan pendidikan terdiri atas dua komponen dasar yaitu proses perencanaan dan isi perencanaan. Satu metode untuk mengidentifikasi, menganalisa, mendesain, mengevaluasi dan mengawasi komponen-komponen tersebut adalah pendekatan sistem


Analisis Bidang Telaahan Permasalahan Pendidikan

a. Bidang Telaah dan Sistem-sistem Subbidang Telaah
Pendidikan merupakan suatu sistem yang terbentuk dari sub-sub sistem yang disebut dengan lingkungan pendidikan yang merupakan bidang telaahan masalah perencanaan pendidikan komprehensif. Empat sistem dalam lingkungan pendidikan, yaitu :
a. Sistem aktivitas pendidikan,
b. Sistem komunikasi pendidikan,
c. Sistem fasilitas pendidikan, dan
d. Sistem operasi pendidikan.

b. Mengumpulkan Data
Pengumpulan data merupakan bagian penting dalam perencanaan, karena harus dilaksanakan pada waktu yang tepat. Metode pengumpulan data, meliputi :
a. Penggunaan angket atau kuesioner,
Metode angket dapat digunakan untuk mengumpulkan data dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang singkat.
b. Interview atau wawancara,
Metode interview dapat digunakan untuk mengumpulkan data dimana diperlukan adanya penjelasan langsung tentag konteks atau area penelitian kepada responden.
c. Studi kepustakaan, dan
Studi bibliografi dilakukan dengan menggali dan mendapatkan informasi yang relevan dengan masalah yang diteliti.
d. Studi dokumentasi.
Studi dokumentasi ditujukan sebagai sebuah upaya untuk melengkapi data yang terkumpul dengan dokumen-dokumen yang dapat memperkuat keakuratan data.

c. Tabulasi Data
Proses tabulasi data harus akurat, sehingga diperlukan adanya survey tahunan untuk riset dan penelitian yang ada guna mendapatkan data yang terbaru. Tabulasi data sangat diperlukan di dalam perencanaan pendidikan untuk berbagai analisis data.

d. Perkiraan (Forecasting) Perencanaan
Teknik peramalan pendidikan menggunakan beberapa metode dengan memperhatikan berbagai aspek dan sistem pendidikan secara menyeluruh, yaitu :
a. Metode Cohort Survival,
b. Metode Migration dan Natural,
c. Metode Least Square, dan
d. Metode Matrix.


Mengkonsepsikan dan Merancang Rencana

Mengidentifikasikan Kecenderungan Umum


Dalam mengidentifikasi kecenderungan umum, maka perlu untuk mengkaji antara lain :
a. Menentukan Latar Belakang,
Perencanaan pendidikan akan memberikan kontribusi yang besar jika dapat menilai efektivitas berbagai program yang ditanganinnya. Empat bidang perhatian perencanaan pendidikan, yaitu :
a. Sejumlah aktivitas yang tercakup dalam berbagai lembaga pendidikan,
b. Kebutuhan manusia akan lembaga pendidikan,
c. Perencanaan aktivitas fisik yang berkaitan dengan proses dan teknik, dan
d. Administrasi gedung dan peralatan sekolah.

b. Pola kecenderungan umum pada manusia,
c. Pola dan kecenderungan menonjol pada tempat,
d. Pengaruh fisik,
e. Kewilayahan tempat (places),
f. Peran persepsi (perception),
g. Pola dan kecenderungan umum pada pergerakan (movement), pola dan kecenderungan umum pada ekonomi,
h. Pola dan kecenderungan yang menonjol pada aktivitas (activities), dan
i. Beberapa kecenderungan perencanaan pendidikan.

Pekerjaan perencanaan pendidikan memerlukan interpretasi ringkas mengenai kebutuhan masyarakat dan cara memenuhinya. Perencanaan haruslah menyeimbangkan sesuatu yang diinginkan dengan sesuatau yang memungkinkan terjadi.
Setelah mengidentifikasi kecenderungan umu, maka langkah selanjutnya dalam mengkonsepsikan dan merancang rencana, yaitu menetukan tujuan dan sasaran, untuk kemudian merancang rencana (designing plans) pendidikan.


Mengevaluasi Rencana-rencana

a. Perencanaan Melalui Simulasi
Tujuan melakukan simulasi suatu perencanaan pendidikan adalah untuk memberikan suatu metode dalam mengamati (visualisasi) berbagai perilaku komponen perencanaan. Simulasi adalah sebuah istilah yang menggunakan model-model, yang didalamnya terdapat pengertian tentang hubungan yang telah diidentifikasi.
1. Hakikat Simulasi
Simulasi perencanaan pendidikan adalah sebuah replikasi atau visualisasi dari perilaku sebuah sistem. Simulasi itu adalah sebuah model yang berisi seperangkat variable yang menampilkan cirri utama dari sistem kehidupan yang sebenarnya.
Terdapat 3 model utama simulasi yang dapat dioperasikan, yaitu :
a. Model Perubahan berkelanjutan (Continuously Changing Model), yaitu sebuah model yang variabel-variabelnya berubah secara terusmenerus dalam waktu.
b. Model Periode Tertentu (Fixed Period Model), yaitu suatu model dimana waktu dipisahkan ke dalam serangkaian periode yang terbatas, dan variable-variabelnya diperboleh untuk berubah hanya pada akhir periode.
c. Model Peristiwa Terpisah-pisah (Discrete Event Model), yaitu suatu model dimana variable-variabel kuantitasnya yang menampilkan keadaan yang terjadi hanya pada batas-batas waktu tertentu dan dikenal sebagai event (peristiwa).

2. Beberapa Pertimbangan dalam Pembuatan Model
Terdapat 4 faktor mendasar yang harus menjadi pertimbangan dalam mensimulasikan sebuah perencanaan, yaitu :
a. Peranan perencanaan (the role of planning),
b. Model (the model),
c. Pengukuran keefektifan model (the measure of the model’s effectiveness), dan
d. Kriteria-kriteria keputusan (the criteria of decision).

6 hal yang menjadi pertimbangan dalam proses pembuatan model, yaitu :
a. Tingkat agregasi (the level of aggregation),
b. Perlakuan terhadap waktu ( treating time),
c. Dampak-dampak perubahan (the effects of change),
d. Pengoperasian model (operating the model),
e. Pengunaan variabel-variabel (using variables), dan
f. Menentukan parameter (establishing parameters).

3. Beberapa Model Pendekatan yang Dipakai dalam Simulasi
Model yang dipakai dalam simulasi meliputi :
1. Model simulasi untuk dimensi orang-orang,
2. Model simulasi untuk tempat-tempat,
3. Model-model simulasi untuk pergerakan-pergerakan,
4. Model-model simulasi yang digunakan untuk ekonomi, dan
5. Model simulasi untuk kegiatan-kegiatan (activities).

b. Mengevaluasi Rencana-rencana (Evaluating Plans)
Beberapa teknik yang digunakan untuk evaluasi perencanaan pendidikan , yaitu :
a. Matriks yang dipilih (preferences),
b. Pemetaan peringkat,
c. Pembobotan sejumlah besar sasaran,
d. Skala penilaian ordinal,
e. Matriks evaluasi, dan
f. Metode pemeringkatan dan pembobotan.

c. Memilih Suatau Perencanaan (Selecting a Plan)
Setiap perencanaan hendaknya mencapai tujuannya dengan memadukan semua unsur, sehingga tujuan itu tercapai dan hasilnya harusmenunjukan imbalan yang berkaitan dengan perencanaan yang sistematis. Perencanaan pendidikan yang komprehensif harus melibatkan unsur-unsur fisik, sosial, dan ekonomi yang saling berkaitan dan hendaknya diperlakukan sebagai sistem yang terpadu. Bagian penting dari suatu perencanaan pendidikan yang komprehensif adalah proses fisisk, sosial, dan administratif menunjukkan perlunya koordinasi, flesibilitas, dan pemilihan waktu komitmen dan berbagai fungsi.


Menspesifikasikan Rencana

a. Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang jelas diperlukan dalam penyusunan perencanaan yang kmprehensif. Perencanaan muncul sebagai aktivitas keikutsertaan (participatory) dari orang yang akan dilayani oleh lingkungan dan yang akan dipengaruhi oleh lingkungan yang memiliki hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam merencanakan modifikasi atau pengembangan lingkungan tersebut. Perencanaan pendidikan memberikan rekomendasi mengenai serangkaian tindakan yang mencapai tujuan yang diinginkan.
Jenis-jenis perencanaan pendidikan, yaitu :
a. Perencanaan pendidikan adaptif,
Perencanaan pendidikan adaptif terjadi karena adanya tanggapan pada suatu pengembangan yang dilakukan secara eksternal.
b. Perencanaan pendidikan kontingensi,
Perencanaan pendidikan kontingensi merupakan pendekatan yang ditujukan untuk menciptakan kondisi yang pengaruhnya dapat dielakkan dan diserap dengan biaya atau kerugian minimal.
c. Perencanaan pendidikan kompulsif,
Perencanaan pendidikan kompulsif menentukan perincian mengenai apa yang seharusnya dan apa yang diharapkan akan dilakukan. Alat utamanya adalah imbalan (reward) jika berhasil dan hukuman jika tidak berhasil.
d. Perencanaan pendidikan manipulatif,
Perencanaan pendidikan manipulative mengandalkan berbagai jenis instrumen untuk mendapatkan suatu keuntungan.
e. Perencanaan pendidikan indikatif,
Perencanaan pendidikan indikatif menyebarkan informasi yang dimaksudkan untuk memberisinyal yang benar kepada individu dengan harapan agar pada gilirannya akan mengambil tindakan yang tepat.
f. Perencanaan pendidikan bertahap (incremental),
Perencanaan pendidikan bertahap adalah perencanaan yang mengambil langkah pendek, mengoreksi kesalahan saat perencanaan itu dilaksanakan.
g. Perencanaan otonomi,
Perencanaan pendidikan otonomi merupakan perencanaan yang dilakukan oleh diri sendiri dan bukan sebagai bagian dari perencanaan lainnya.
h. Perencanaan pendidikan perbaikan/pemulihan, (amelioratif),
Perencanaan pendidikan amelioratif dirancang untuk memulihkan pada keadaan semula, tanpa pertimbangan mengenai apa yang mungkin terjadi.
i. Perencanaan pendidikan normatif,
Perencanaan pendidikan normatif merupakan perencanaan jangka panjang.
j. Perencanaan pendidikan fungsional, dan
Perencanaan pendidikan fungsional memusatkan pada aspek tertentu dari seluruh masalah.
k. Pemprograman pendidikan.
Program pendidikan menentukan pencapaian target, kebutuhan program dan kebutuhan sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu.
b. Pelaporan Hasil
Spesifikasi umum untuk penyajian grafik atau statistik antara lain adalah klasifikasi umum, seperti wilayah pemukiman dengan suatu skema yang menunjukkan kepadatan tinggi, sedang dan rendah, wilayah perdagangan, jenis-jenis transportasi local, pusat, dan regional, listrik, telepon, air (utilities), komunikasi dan kelompok industry.


Mengimplementasikan Rencana

a. Penyiapan Program
Perencanaan kebijakan pendidikan menyangkut pengembangan pedoman umum tindakan oleh sekelompok orang tertentu (elected efficials). Perencanaan program pendidikan menyangkut persiapan rencana-rencana yang spesifik disertai prosedur-prosedur untuk diterapkan oleh institusi/organisasi administrasi pendidikan dalam kerangka sistem pendidikan yang ada. Sedangkan perencanaan program pendidikan menyangkut persiapan rencana-rencana yang spesifik disertai prosedur-prosedur untuk diterapkan oleh institusi/organisasi administrasi pendidikan dalam kerangka sistem pendidikan yang ada.

b. Persetujuan Perencanaan: Pertimbangan Legal
Sebagai sebuah kebijakan, rencana pendidikan akan mengarahkan proses pembuatan keputusan dengan memperhatikan pengembangan program-program pendidikan dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menjalankannya.
Perencanaan pendidikan yang komprehensif merupakan konstitusi yang tidak permanen dan kumpulan prinsip-prinsip pendidikan fundamental. Oleh karena itu, rencana harus mengembangkan keseluruhan fungsi. Sebuah justifikasi legal dibutuhkan untuk persetujuan, pelaksanaan, dan review, semua terintegrasi dalam siklus kerja.

c. Pengaturan Unit-unit Operasional
Perencanaan pendidikan mempunyai sejumlah masalah yang unik, sehingga tidak ada satu bentuk perencanaan tertentu dapat dilaksanakan dan diorganisasikan yang akan menjamin efektivitas agensi.
1. Pengorganisasian Unit-unit Operasional
Dalam mengorganisasikan unit-unit operasional perencanaan pendidikan memiliki keterampilan metodologis, berupaya menjangkau seluruh kepentingan pendidikan dengan kriteria yang obyektif dan rasional.
Sebuah perencanaan mengandung banyak bagian, peran, pelaku dan kerjasama untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan, yang dibutuhkan dalam perencanaan adalah kerjasama dan kesamaan pikiran sebelum proyek tersebut dimulai.

2. Kerjasama dalam Pelaksanaan Rencana Pendidikan
Variasi situasi kerjasama dapat diinterpretasikan dalam 5 (lima) kerjasama, yaitu :
a. Kerjasama antara orang,
b. Kerjasama berkaitan dengan tempat,
c. Kerjasama berkaitan dengan perubahan atau gerakan,
d. Kerjasama berkaitan dengan ekonomi, dan
e. Kerjasama berkaitan dengan aktivitas.

3. Mengkoordinasikan Pelaksanaan Rencana Pendidikan
Koordinasi adalah proses penjadwlana kegiatan untuk menghilangkan konflik agar tujuan dapat tercapai. Mengkoordinasikan kegiatan yang berbeda dalam tujuan agensi pendidikan yang beragam merupakan esensi perencanaan pendidikan yang komprehensif dengan tujuan untuk menerjemahkan tujuan perencanaan pendidikan yang komprehensif ke dalam program-program praktis.
4. Pengendalian Rencana Pendidikan
Pengawasan akan berkaitan langsung dengan jalannya perencanaan secara keseluruhan. Masalahnya adalah satu yaitu mengintegrasikan keseluruhan, menemukan keseimbangan di antara syarat-syarat kegiatan tunggal.


Memantau Pelaksanaan Rencana dan Umpan Balik bagi Perencanaan

a. Memonitor Perencanaan
Monitoring perencanaan yang sedang berlangsung memungkinkan suatau alat pengendalian yang baik dalam seluruh proses implementasi. Penjadwalan dapat digunkana untuk mengidentifikasi setiap aktivitas yang dilaksanakan dan pendekatan komprehensif. Teknik penjadwalan antar lain :
a. CPM (Critical Path Method), dan
b. PERT (Program Evaluation Reearch Task)

Diagram penjadwalan yang digunakan untuk aktivitas monitoring, yaitu :
a. Diagram Grant,
Diagram Grant memberikan suatu gambaran yang dengan jelas menunjukakn proses-proses penjadwalan, tetapi kekurangan utamanya adalah ketidakmampuan diagram ini untuk menempatkan saling ketergantungan dari berbagai tugas yang dilibatkan.
b. Diagram PERT,
Diagram PERT terdiri dari berbagai jaringan yang melibatkan satu aktivitas, serangkaian aktivitas dan aktivitas paralel.
c. Diagram panah,
Diagram panah terdiri dari aktivitas tunggal, serangkaian aktivitas dan aktivitas paralel. Dalam diagram panah jaringannya tersusun sekitar aktivitas dan titik (node).
d. Precedence Diagram,
Diagram skala prioritas digunakan sebagai blok-blok banguan dari tiga unsure dasar yang sama yang digunakan di dalam diagram PERT dan Panah. Dasar penciptaan dari diagram skala prioritas menawarkan lebih banyak fleksibilitas dibandingkan dengan diagram PERT atau Panah.

b. Mengevaluasi Rencana (Evaluating The Plan)
Evaluasai merupakan suatu aktivitas pengendalian yang memungkinkan intervensi yang positif. Evaluasi memeriksa arah yang diambil dan mengevaluasi hasil atau penyimpangannya dari perencanaan sebelumnya. Evaluasi harus bersifat komprehensif dan terbuka terhadap berbagai kritikan.
1. Mengevaluasi Aktivitas Pendidikan
Ada 5 faktor penting dalam setiap aktivitas pendidikan, yaitu :
a. Tempat aktivitas yang dilakukan,
b. Waktu aktivitas dilakukan,
c. Orang yang terlibat dalam aktivitas,
d. Sumber daya yang diperlukan untuk aktivitas tersebut, dan
e. Proses pelaksanaan aktivitas.
2. Mengevaluasu Lingkungan Pendidikan
Lingkungan hendaknya memungkinkan siswa menemukan disiplin sendiri. Lingkungan sekolah hendaknya membentuk sejumlah peluang yang jelas bagi siswa untuk menggali dan mendalami.
3. Konsep Evaluasi dengan Utilitas
Konsep utilitas menunjukan penilaian subjektif. Secara khusus utilitas ini merupakan suatu kecenderungan atau preferensi pribadi.

c. Menyesuaikan, Mengubah, dan Mendesain Ulang Rencana
1. Perencanaan Disusun untuk Apa,
2. Bagaimana Rencana Disusun,
3. Siapa yang Menyusun Rencana.


BERBAGAI PENDEKATAN DALAM PERENCANAAN PENDIDIKAN

Pendekatan Kebutuhan Sosial

a. Tujuan Pendekatan
Alternatif pendekatan perencanaan pendidikan dalam Pendekatan Kebutuhan Sosial ini lebih menekankan pada pemerataan kesempatan atau kuantitatif dibandingkan dengan aspek kualitatif. Pendekatan kebutuhan sosial ini adalah pendekatan tradisional bagi pembangunan pendidikan dengan menyediakan lembaga-lembaga dan fasilitas demi memenuhi tekanan-tekanan untuk memasukkan sekolah serta memungkinkan pemberian kesempatan kepada pemenuhan keinginan-keinginan murid dan orang tuanya secara bebas.

b. Analisis Kebutuhan Sosial
Dalam Model Kebutuhan Sosial ini, tugas perencanaan pendidikan adalah harus menganalisa kebutuhan pada masa yang akan datang dengan menganalisa :
a. Pertumbuhan penduduk,
b. Partisipasi dalam pendidikan (yakni dengan menghitung prosentase penduduk yang bersekolah),
c. Arus murid, dan
d. Keinginan masyarakat.


Pendekatan Kebutuhan Ketenagakerjaan

a. Tujuan Pendekatan
Alternatif pendekatan perencanaan pendidikan dalam Pendekatan Kebutuhan Ketenagakerjaan mengutamakan kepada keterkaitan lulusan sistem pendidikan dengan tuntutan terhadap tenaga kerja pada berbagai sektor pembangunan dengan tujuan yang akan dicapai adalah bahwa pendidikan itu diperlukan untuk membantu lulusan memperoleh kesempatan kerja yang baik sehingga tingkat kehidupannya dapat diperbaiki melalui penghasilan sangat appealing karena dikaitkan langsung dengan usaha pemenuhan kebutuhan dasar setiap orang.
Tekanan dalam Pendekatan Kebutuhan Ketenagakerjaan ini adalah relevansi program pendidikan dalam berbagai sektor pembangunan dilihat dari pemenuhan ketenagaan. Pendekatan Kebutuhan Ketenagakerjaan ini bertujuan mengarahkan kegiatan-kegiatan pendidikan kepada uasaha untuk memenuhi kebutuhan nasional akan tenaga kerja (man power atau person power)., sehingga diharapkan dapat memberikan keyakinan penyediaan fasilitas dan pengarahan arus murid benar-benar didasarkan atas perkiraan kebutuhan tenaga kerja.

b. Kelemahan Pendekatan
Kebanyakan ahli ekonomi memilih pendekatan ketenagakerjaan ini, karena mereka berpendirian bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya bergantung pada sumber alam dan fasilita, tapi juga sumber tenaga kerja yang mengolah, menggunakan serta mengelolanya.
Masalah yang timbul dalam perencanaan tenaga kerja terutama bagi Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, antara lain dalam hal :
a. Jenis dan jumlah lapangan kerja.
b. Persyaratan yang jelas mengenai mutu personil yang dituntut oleh pasaran tenaga kerja.
c. Perbandingan jumlah personil berdasarkan jenjang keahlian.
d. Kebutuhan yang riil akan tenaga kerja.

Dengan menggunakan pendekatan tadi berusaha mencari keseimbangan antara lapangan kerja yang tersedia atau akan tersedia di masa depan dengan jumlah murid yang diizinkan memasuki jalur pendidikan yang sesuai dengan permintaan lapangan kerja itu. Dengan demikian jumlah murid yang diizinkan mengikuti suatu jenis pendidikan tertentu dilihat sebagai akibat dari penyesuaian kebutuhan dari lapangan kerja tertentu.


Pendekatan Efisiensi Biaya

a. Tujuan Pendekatan
Alternatif pendekatan perencanaan pendidikan dalam Pendekatan Efisiensi Biaya ini bersifat ekonomi, karena memiliki pandakan pendidikan memerlukan investasi yang besar dan karena itu keuntungan dari investasi tersebut harus dapat diperhitungkan bilamana pendidikan itu memang mempunyai nilai ekonomi. Pendekatan Efisiensi Biaya merupakan penetuan besarnya investasi dalam dunia pendidikan sesuai dengan hasil, keuntungan atau efektivitas yang akan diperoleh.
Pendekatan ini adalah bersifat ekonomi dan berpangkal dari konsep Investment in Human Capital atau investasi pada sumber daya manusia. Pendekatan Efisiensi Biaya mempunyai implikasi sesuai dengan prinsip ekonomi yaitu program pendidikan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi menempati urutan atau prioritas penting, karena pendekatan untung rugi mempunyai keterkaitan dengan pendekatan ketenagaan.

b. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan
Pada pendekatan cost benefit didasarkan pada keuntungan penambahan pendapatan seseorang karena pendidikan. Ditekankan agar perencana ekonomi dan perencana pendidikan harus mengikuti bentuk logika yang sama apabila tidak kepada alokasi biaya nasional untuk setiap sektor, ataupun dalam mengalokasikan biaya pendidikan kepada masing-masing sub sektor dan seterusnya kepada tiap tingkat pendidikan. Tapi sebenarnya di dalam pendidikan adalah sukar untuk mengukur biaya dan keuntungan (cost and benefit), terlebih mengukur keuntungan untuk masa yang akan datang.


Pemanfaatan AHP untuk Perencanaan Pembangunan Daerah

a. Paradigma Baru Pengelolaan Keuangan Sektor Publik
1. Good Governance
Good Governance sebagai suatu penyelanggara manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejakan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisiensi, penghindaran salah satu alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.

2. Karakteristik Good Governance Menurut UNDP
a. Participation, keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat meyalurkan aspirasinya.
b. Rule of law, kerangka hokum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
c. Transparency, transparasi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi, informasi yang berkaitan dengan kepentingan public secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.
d. Responsiveness, lembaga-lembaga public harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholders.
e. Consensus Orientation, berorientasi pada kepentingan masyarakat lebih luas.
f. Equity, setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.
g. Efficiency and effectiveness, pengelolaan sumber daya public dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).
h. Accountability, pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.
i. Strategi vision. Penyelenggara pemerintah dan masyarakat harus memiliki visi jauh ke depan.

3. Reformasi Sektor Publik
Perubahan struktur anggaran dimaksudkan untuk menciptakan transparasi dan meningkatkan akuntabilitas public (public accountability), sehingga memperjelas besarnya surplus atau deficit anggaran serta strategi pembiayaan.

b. Siklus Perencanaan dan Pengendalian
Siklus perencanaan dan pengendalian terdiri dari 5 tahapan, yaitu :
a. Perencanaan tujuan dasar dan sasaran,
b. Perencanaan operasional,
c. Penganggaran,
d. Pengendalian dan pengukuran, dan
e. Pelaporan, analisis, dan umpan balik.

c. Penganggaran
Anggaran merupakan alat bagi Pemda untuk mengarahkan dan menjamin kesinambungan pembangunan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas. Anggaran diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber daya (scarcity of resources), pilihan (choice), dan trade offs.
Beberapa peran penting dari anggaran daerah dilihat berdasarkan fungsi utamanya, yaitu :
1. Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan yang digunakan untuk merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan.
2. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian yang digunakan untuk mengendalikan efisiensi pengeluaran dn membatasi kekuasaan atau kewenangan Pemda.
3. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemberian fasilitas, dorongan, dan koordinasi kegiatan ekonomi masyarakat, sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi.
4. Anggaran sebagai alat politik digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut.
5. Anggaran sebagai alat koordinasi antar unit kerja dalam organisasi Pemda yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran.
6. Anggaran sebagai alat evaluasi kinerja. Anggaran pada dasarnya merupakan wujud komitmen Pemda kepada pemberi wewenang (masyarakat) untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan dana pelayanan masyarakat.
7. Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajemen Pemda agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target kinerja.

d. Proses Penentuan Program Prioritas untuk APBD
1. Kebijakan
Arah kebijakan pembangunan ditunjukan dalam upaya pencapaian target visi dan misi yang telah ditetapkan melalui pemantapan aspek politik dan pemerintahan sebagai bagian penting dalam membentuk sistem kepemerintahan yang baik (good governance).

2. Program-program Pembangunan
Penentuan prioritas program dilakukan dengan mempertimbangkan secara seksama upaya pencapaian visi, misi pembangunan serta kebijakan-kebijakan khusus. Berdasarkan hal itu, disusunlah empat kriteria umum untuk menyusun program prioritas. Kriteria-kriteria yang dimaksud adalah :
1. Keterkaitan program dengan pencapaian target IPM.
2. Penanggulangan kemiskinan.
3. Penyiapan dan peningkatan pranata pembangunan yang meliputi aspek: agama, hokum, budaya, keamanan, politik, aparatur pemerintah, informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
4. Pengembagan bisnis utama yang meliputi : agribisnis, bisnis kelautan, industri manufaktur, industri jasa, pariwisata, dan pengembangan sumber daya manusia.

Selasa, 19 Mei 2009

Pendidikan Layanan Khusus

11.Dana Siswa Miskin Lamongan Rp 120.000 per Bulan

Rabu, 7 Januari 2009
LAMONGAN, RABU - Besaran anggaran bantuan khusus siswa miskin di Kabupaten Lamongan tahun 2009 direncanakan naik dari Rp 65.000 hingga menjadi Rp 120.000 per bulan per siswa. Jatah bantuan tersebut rencananya diberikan kepada 4.112 siswa SMA, SMK dan MA sama seperti tahun 2008 lalu.
Kepala Bagian Humas dan Informasi Komunikasi Lamongan Aris Wibawa, Rabu (7/1), mengatakan sampai saat ini Surat Keputusan (SK) alokasi bantuan khusus siswa miskin (BKSM) Lamongan untuk tahun 2009 belum turun. Untuk sementara, masih menggunakan acuan data BKSM yang lama sebanyak 4.112 siswa di 61 lembaga pendidikan setingkat SMA, MA dan SMK.
"Bantuan akan diterimakan selama 12 bulan dengan besaran sementara dibuat sama Rp 65.000 per siswa perbulan. Total anggaran BKSM mencapai Rp 3,207 miliar," kata Aris.
Dia mengatakan ada rencana kenaikan besaran dana BKSM dari semula diterimakan sama Rp 65.000 baik untuk siswa SMA, SMK maupun MA menjadi variatif. BKSM untuk siswa siswa naik menjadi Rp 90.000, dan Rp 120.000 untuk siswa SMK, sedang untuk siswa MA tetap Rp 65.000.
Sampai saat ini SK kenaikan besaran BKSM tersebut belum turun, sehingga Dinas Pendidikan Lamongan sementara ini masih mengacu pada ketentuan lama. "Besarnya besaran BKSM untuk siswa SMK dinaikkan dimungkinkan terkait dengan prioritas program Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang akan mengkonsentrasikan pada sekolah kejuruan dalam rangka menyiapkan angkatan kerja," kata Aris.
Aris menjelaskan program BKSM merupakan dana sharing antara APBN 40 persen, APBD Provinsi 30 persen dan APBD Kabupaten 30 persen. Pada prinsipnya BKSM dikucurkan agar jangan sampai ada siswa miskin, terutama tingkat SMA, MA dan SMK, tidak bisa sekolah dengan alasan tidak ada biaya.
Penyaluran BKSM dilakukan lewat lembaga sekolah untuk dikelola. Peruntukan BKSM bisa untuk pengadaan buku maupun Lembar Kerja Siswa (LKS) dan peningkatan mutu kegiatan belajar sekolah. "Kalau diperlukan, BKSM bisa diperuntukkan membiayai transportasi sisw a miskin. Meski diperkenankan peruntukan uang transportasi tidak dilaksanakan karena dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan," katanya.
Aris menambahkan besaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga naik. Berdasar surat dari Menteri Pendidikan Nasional besaran BOS akan naik dari Rp 21.000 menjadi Rp 33.000 per bulan per siswa tingkat SD. BOS untuk tingkat SMP naik dari Rp 29.500 menjadi Rp 37.500 per bulan persiswa. "Namun jatah alokasi BOS di Lamongan untuk berapa siswa belum ditentukan," ujarnya


12.Pendidikan Layanan Khusus untuk Daerah-daerah Bencana

Jakarta, Kompas - Model pendidikan di daerah pascabencana gempa bumi dan tsunami Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara (Sumut) hendaknya disertai kebijaksanaan dan perlakuan khusus, mengingat situasinya sangat tidak normal dibandingkan daerah-daerah lainnya. Perlakuan serupa juga harus diberikan kepada daerah-daerah yang sebelumnya dilanda gempa bumi, seperti Alor di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nabire di Papua.
Pendidikan layanan khusus bisa diwujudkan antara lain dengan membangun sekolah berasrama atau pesantren. Terhadap siswa dan mahasiswa yang kehilangan dokumen dalam melanjutkan pendidikan, seperti ijazah dan rapor, harus diberikan kemudahan administratif.
Demikian kesimpulan Rapat Kerja Komisi X DPR dengan Menteri Pendidikan Nasional di Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta, Kamis (13/1). Rapat yang dipimpin Ketua Komisi X DPR Heri Akhmadi tersebut secara khusus membahas langkah-langkah penanganan pascabencana alam di NAD dan Sumut, serta Papua dan NTT.
Pada kesempatan itu, Mendiknas Bambang Sudibyo antara lain didampingi Sekjen Depdiknas Baedhowi, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Indra Djati Sidi, dan Dirjen Pendidikan Tinggi Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Wakil Ketua Komisi X DPR Anwar Arifin menegaskan, pendidikan layanan khusus di daerah bencana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 32 Ayat (2) berbunyi: pendidikan layanan khusus diberikan kepada peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
Berkaitan dengan itu, Mendiknas telah menyiapkan langkah-langkah penanganan jangka pendek (1-6 bulan) dan jangka panjang (4-5 tahun). Penanganan jangka pendek bertujuan memulihkan kembali kelangsungan proses pembelajaran dalam situasi darurat. Tahapan ini mencakup pendidikan formal (persekolahan) dan non formal (luar sekolah).
Pada jalur formal, Depdiknas sedang membangun sekolah tenda dengan kapasitas 40 orang per kelas. Setiap kelas ditangani tiga orang guru. Sekolah darurat didirikan di sekitar lokasi pengungsian sehingga kegiatan belajar-mengajar sudah bisa dimulai paling lambat 26 Januari 2005.
Guru bantu
Khusus untuk wilayah NAD, Depdiknas juga segera mengisi kekurangan tenaga guru yang meninggal akibat bencana. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Indra Djati Sidi mengatakan, pada tahap awal, guru bantu yang ditugaskan di NAD tidak lain adalah para guru bantu yang baru saja dikontrak untuk daerah itu.
"Kebetulan, pada akhir 2004, di NAD telah dikontrak sekitar 3.000 guru bantu. Untuk sementara mereka itulah yang diterjunkan mengisi kekurangan guru di daerahnya," ujar Indra.
Ia menambahkan, jumlah yang dibutuhkan untuk bertugas di sekolah-sekolah darurat di sekitar kamp pengungsi sekitar 2.800 orang. Daripada gegabah mengontrak guru bantu baru, akan lebih efektif jika guru yang sudah telanjur dikontrak tadi difungsikan secara optimal.
Lagi pula, secara sosio-kultural, para guru bantu tersebut sudah paham situasi masyarakat Aceh. Peran ganda mereka sangat dibutuhkan untuk membangkitkan semangat hidup para murid dan guru agar bisa melupakan trauma bencana.
"Jika nanti ternyata masih dibutuhkan tambahan guru bantu, tentu ada perekrutan guru bantu sesuai jumlah yang dibutuhkan," ujar Indra.
Jumlah yang dibutuhkan disesuaikan dengan jumlah sekolah darurat maupun sekolah permanen yang didirikan pascabencana. Sekolah darurat maupun sekolah permanen yang dibangun itu mungkin hanya 70-80 persen jumlahnya dari sekolah yang rusak. Sebab, dua-tiga sekolah yang kekurangan murid dapat digabung jadi satu.
Pada jalur nonformal, Depdiknas dan para relawan dalam situasi darurat belakangan ini memberikan layanan pendidikan untuk membangkitkan semangat hidup para korban di kamp-kamp pengungsi. Layanan yang dimaksud berupa program pendidikan anak usia dini bagi usia 0-6 tahun, taman bacaan masyarakat bagi anak usia 7-18 tahun, serta kecakapan hidup bagi usia 18 tahun ke atas.
Kepada pers seusai rapat, Mendiknas Bambang Sudibyo mengatakan, ujian akhir pada setiap jenjang pendidikan di daerah bencana akan tetap dilakukan. Karena situasinya tidak normal, waktu ujian akhir dan standar soalnya tentu dirancang khusus.
Meski begitu, Mendiknas mengisyaratkan akan tetap menerapkan standar angka kelulusan secara nasional. "Ibarat net untuk main voli, standar kelulusan itu harus tetap distandarkan. Kalau netnya kerendahan, semua orang nanti bisa men-smash," katanya.
Guna menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang bahaya gempa dan tsunami, Komisi X meminta Depdiknas memperkaya muatan kurikulum SD hingga perguruan tinggi mengenai langkah antisipasi.
Berkait dengan penggunaan anggaran untuk pemulihan kegiatan pendidikan, Komisi X menekankan prinsip kehati- hatian. Depdiknas diminta melaporkan secara rinci jumlah dan asal bantuan serta rencana alokasinya. Paling lambat Februari 2005, Depdiknas diminta mengajukan rencana menyeluruh dari rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana pendidikan di daerah-daerah bencana.


13.Sedikit, Anak Berkebutuhan Khusus Nikmati Pendidikan

JAKARTA, KOMPAS- Anak-anak berkebutuhan khusus yang berusia sekolah masih sangat sedikit yang menikmati layanan pendidikan. Dari perkiraan 1,5 juta anak berkebutuhan khusus di Indonesia, baru 66.000 anak atau di bawah lima persen yang mendapat layanan pendidikan.
Eko Djatmiko Sukarso, Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa (PLSB) Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta, Selasa (6/11), mengatakan, kapasitas anggaran Direktorat PLSB belum mampu memenuhi keperluan pembangunan pendidikan anak berkebutuhan khusus. Selain itu, sikap masyarakat yang masih menganggap kecacatan itu sebagai ”aib” juga menyebabkan banyak keluarga yang tidak mengizinkan anak-anak berkebutuhan khusus mengakses layanan pendidikan.
”Untuk daerah yang jumlah anak berkebutuhan khusus cukup banyak, diusahakan untuk dibangun SLB atau sekolah luar biasa. Tetapi sekarang yang dimasyarakatkan juga adalah terbentuknya pendidikan inklusi. Cara ini diharapkan akan mempermudah akses layanan pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus sehingga semakin banyak anak yang menikmati pendidikan,” kata Eko.
Dalam beberapa tahun ini, pendidikan inklusi di Indonesia, di mana anak-anak berkebutuhan khusus bersekolah bersama anak-anak lain di sekolah umum, mulai tumbuh di masyarakat. Saat ini tercatat 796 sekolah inklusi, yang umumnya melayani anak-anak berkebutuhan khusus seperti tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa.


14.Anak Nelayan Terima Layanan Khusus

Muaraangke, Warta Kota

Anak-anak yang tinggal di perkampungan nelayan Muaraangke, Penjaringan, Jakarta Utara, membutuhkan perlakukan khusus. Pasalnya, anak-anak tersebut tinggal bersama orangtua yang tergolong miskin dan tidak bisa memenuhi biaya pendidikan anak-anaknya. Mereka juga tergolong sulit untuk bersekolah.
Atas pertimbangan itu, Pendidikan Layanan Khusus (PLK) Lentera Bangsa menyelenggarakan pendidikan untuk anak-anak nelayan di Blok Empang, Kampungbaru, Muaraangke. Sebanyak 180 anak usia TK hingga SMA bersekolah di sekolah khusus tersebut. Mereka tanpa berseragam sekolah bisa menikmati pendidikan layaknya di sekolah formal.
Khaerul (10), salah satunya. Siswa kelas 4 SD ini sangat senang bisa bersekolah di PLK Lentera Bangsa. Alasannya, dia bisa belajar menggunakan komputer. ”Baru bisa pakai komputer sedikit,” ucapnya saat ditemui Warta Kota di Muaraangke, Rabu (8/4).
Selain itu, Khaerul bisa menambah pengetahuan pendidikan formal, seperti matematika, bahasa Indonesia, dan IPA di sekolah tersebut. Darsidah (48), orangtua Khaerul, ingin agar anaknya bisa terus bersekolah, selama sekolah itu tidak memungut biaya. ”Kalau harus pakai biaya, duit darimana,” ucapnya.
Dikatakan Darsidah, penghasilan suaminya sebagai kuli dorong gerobak ikan tidak memadai untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. ”Kalau ada pekerjaan, paling sehari dapat Rp 50.000,” katanya.
Bangunan sekolah di PLK Lentera Bangsa tidak seperti sekolah umumnya. Sekolah yang berdiri dua tahun terakhir itu dibangun di atas empang. Jika hujan, jalanan di sekitar sekolah becek. Akibatnya, sandal atau sepatu anak-anak pun tebal dengan tanah cokelat. Ibu-ibu yang mengantar sekolah anaknya biasanya tanpa alas kaki atau memakai sepatu boot.
”Yang penting anak bica cari ilmu,” ujar Rohani (30) yang dua anaknya duduk di bangku TK PLK Lentera Bangsa.
Bangunan sekolah dibuat dari bilah-bilah bambu, jendela dari kawat, lantai dari kayu, dan atap dari asbes. Bangunan sekolah yang luasnya sekitar 36 meter persegi itu terbagi dua ruang. Setiap ruang memiliki dua papan tulis. Guru yang siap sedia mengajar ada 6 orang, termasuk 3 mahasiswa yang mendapat beasiswa dari Lentera Bangsa.
Selain memberikan pendidikan formal, Lentera Bangsa juga memberikan pendidikan keterampilan, seperti perbengkelan dan cuci motor atau mobil. ”Kami juga akan memberikan keterampilan tata boga dan tata busana, tapi peralatannya belum ada dan sedang diusahakan,” ucap Saefudin Zuhri, Ketua PLT Lentera Bangsa.
Dia mengatakan, untuk membawa anak-anak mau bersekolah, bukan perkara mudah, walaupun sekolah gratis. Zuhri dan teman-temannya harus terus membujuk agar para orangtua menyekolahkan anak-anaknya.
Biaya operasional itu diperoleh Saefudin dari para donatur dan blockgrand dari pemerintah Rp 50 juta per tahun.
Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa Depdiknas, Ekodjatmiko Sukarso, mengatakan, anak-anak di bawah usia 18 tahun yang belum sekolah atau putus sekolah dapat belajar melalui PLK. (Intan Ungaling)


15.Masih Terbatas Layanan PAUD Untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Layanan terhadap anak usia dini yang memiliki kebutuhan khusus (inklusi) ternyata masih sangat terbatas. Di tataran pengetahuan tentang konsep pendidikan anak berkelainan khusus ini juga masih minim
Kata Gusnawirta Fasli Jalal, ketua Umum Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Indonesia (HIMPAUDI), baru sekitar 34 persen PAUD yang memberikan layanan bagi anak berkebutuhan khusus. Walau bukan prioritas namun harus dipacu serta ditingkatkan layanannya sehingga perkembangan semua anak di masa depan maksimal, ujarnya di Jakarta pertengahan April. Dia menjelaskan kalau jumlah PAUD sendiri, khususnya yang melayani anak usia 0-4 tahun masih sangat sedikit dan baru mampu melayani 25 persen dari seluruh anak usia tersebut di Indonesia. Artinya, kehadiran PAUD layanan khusus belum menjadi prioritas di saat gerakan pengembangan PAUD juga masih optimal. Tapi HIMPAUDI menurutnya tetap memberikan perhatian serius dan menjadikan bagian program di masa depan.
HIMPAUDI sebagai organisasi yang memiliki tugas meningkatkan mutu dari tenaga pendidik dan kependidikan PAUD, bekerja sama dengan psikolog dan pihak terkait akan memberikan pelatihan dan pembinaan bagi pengelola maupun pendidik PAUD yang menyelenggarakan layanan bagi anak berkebutuhan khusus (inklusi). Sebagai organisasi profesi yang me-nyadari begitu beragamnya latar belakang pendidikan para pendidik PAUD, HIMPAUDI bertekad meningkatkan penyelenggaraan pelatihan, seminar, workshop dan lain-lain yang bertujuan meningkatkan mutu SDM di PAUD formal (TK/RA) dan non-formal (Kelompok Bermain, TPA, Pos (PAUD).
Gusnaw irta mengaku menyadari latar belakang pendidik PAUD beragam, ada dari SMEA, pertanian dan lainnya. Tapi kita sadar bangsa ini kekurangan tenaga pendidik sementara kebutuhan besar. Artinya dedikasi sudah cukup, hanya perlu ditambahkan bakal pengetahuan.

Psikolog Fauziah Azwin, mengatakan pelayanan PAUD inklusi di Indonesia belum optimal. Masih banyak konsep, APE maupun kurikulum yang sesungguhnya sudah dirancang oleh psikolog dan pakar pendidikan tapi belum dimanfaatkan. Begitu juga masalah perhatian pemerintah dalam bentuk kebijakan dan pendanaan. Kegiatan yang mengarah pada peningkatan SDM pendidikan layanan khusus, pengadaan dan penerapan konsep, riset dan program terkait lainnya belum seperti yang diharapkan.

Pendidikan Khusus

11.Siswa Luar Biasa Masih Belum Nikmati Pendidikan Penuh

pendidikan nasional ternyata belum begitu bermakna bagi para orangtua yang memiliki anak bermental khusus (cacat). Hingga saat ini, belum ada satupun kab/kota di Jawa Barat yang bisa mengelola sekolah khusus bagi para penyandang cacat. Kalaupun ada, sekolah luar biasa (SLB) tersebut seluruhnya dikelola oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
Di Kota Tasikmalaya misalnya. Saat ini sudah ada 5 SLB yang seluruhnya berstatus swasta. Namun, dari lima sekolah tersebut, tidak satupun yang dikelola ataupun dibawah pengawasan Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya. Kelima sekolah itu, adalah SLB Yayasan Pendidikan Patriot, SLB Aisyiyah Kawalu, SLB ABC Yayasan Lestari, SLB Bahagia dan SLB Yayasan Insan Sejahtera.
Dari lima SLB tersebut, tercatat SLB Bahagia yang berlokasi di Jl Taman Pahlawan memiliki paling banyak murid. Di sekolah tersebut, jumlah siswanya mencapai 118 orang. Seluruh siswa tersebut terbagi darlam 39 rombongan belajar (rombel).
Total, dari lima SLB yang ada, jumlah siswanya mencapai 328 orang. Jumlah tersebut menurut Kepala Disdik Kota Tasikmalaya, Endang Suherman jauh dari ideal.’’Karena memang diyakini masih banyak siswa yang membutuhkan bersekolah di SLB,’’ucap dia kepada Republika, Jumat (1/5).
Endang bercerita, meski sejak lama pihaknya ingin melibatkan diri langsung dalam pengelolaan SLB, namun itu masih tetap tidak bisa. Pasalnya, hingga saat ini kewenangan untuk itu masih sepenuhnya dipegang Disdik Jabar. Karena kondisi itu, tindakan yang maksimal bisa dilakukan oleh dirinya hanya sebatas koordinasi.
Akibat keterbatasan itu juga, Endang mengakui kalau hingga saat ini belum ada satu rupiahpun anggaran yang sudah dikucurkan untuk pendidikan luar biasa (PLB). Tidak adanya kucuran dana dari APBD Kota itu, kata dia, memang membuat akses pendidikan bagi mereka yang bermental khusus sangat terbatas.’’Padahal inginnya kita melayani semua warga usia sekolah yang bermental khusus,’’jelasnya.
Hingga saat ini, Endang menyebutkan baru upaya peleburan kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan siswa di sekolah biasa yang sudah dilakukan pihaknya. Namun, sistem yang disebut KBM inklusif itu hingga saat ini tetap masih berlaku ‘eksklusif’ karena hanya tersedia di jenjang SD. Itu pun, hanya di sekolah-sekolah tertentu saja yang berhak menyelenggarakannya.
Masih terbatasnya KBM Inklusif itu, menurut Endang, memang tidak bisa dihindari karena pihaknya harus menyediakan harus menyediakan guru khusus di sekolah yang dimaksud.’’Kami bekerjasama dengan SLB untuk penyediaan guru khusus itu. Selebihnya, siswa luar biasa dibimbing dengan arahan guru biasa juga,’’tandas dia.


12.Pendidikan Rakyat di Era Usmani

kejayaannya, Kekhalifahan Usmani Turki sempat menjadi negara adikuasa yang disegani di seantero dunia. Berbagai prestasi gemilang yang berhasil ditorehkan kerajaan yang didirikan Padishah Alu Usman pada 1300 M itu tak lepas dari keberhasilannya dalam pembangunan institusi pendidikan. Dinasti Ottoman yang berpusat di Turki itu begitu peduli dengan dunia pendidikan. Di era Usmani, pendidikan sudah dimulai ketika anak-anak Turki menginjak usia lima tahun. Setiap anak mengenyam pendidikan dan pengajaran dasarnya di sekolah yang disebut sibyan mektepleri atau sekolah dasar. Sekolah dasar itu merupakan kelanjutan dari sekolah yang dikenal dalam Islam sebagai kuttab.
Pada periode klasik, sekolah dasar atau sibyan mektepleri umumnya didirikan oleh para elite seperti pejabat atau sultan. Sekolah dasar pada masa itu dibangun dalam kompleks masjid. Kehadiran sekolah itu pun akhirnya menyebar ke hampir berbagai penjuru desa, lantaran pembangunannya tak membutuhkan dana yang terlalu besar. Anak laki-laki dan perempuan ditempatkan dalam ruangan kelas yang berbeda. Setiap anak Muslim memiliki hak untuk bersekolah. pada masa itu, tak ada prosedur pendaftaran di sekolah dasar. Sekolah dikelola dan dijalankan melalui lembaga wakaf. Guru yang boleh mengajar di sekolah dasar adalah lulusan mereka yang telah lulus madrasah.
Pada awalnya sekolah dasar mengajarkan anak-anak mengenai dasar-dasar ilmu keislaman. Membaca Alquran, menghafal surat-surat Alquran tertentu, dasar aritmatika, serta puisi Arab dan Persia. Tak jelas apakah pada periode klasik sudah ada kurikulum resmi atau belum. Yang jelas, sistem pendidikan dasar di era Usmani mulai berubah ketika Sultan Mahmud II berkuasa.Sultan Mahmud mengeluarkan maklumat tentang pendidikan dasar.
Sejak itu di sekolah dasar juga mula diperkenalkan seluk beluk kemiliteran. Sultan mewajibkan orangtua untuk menyekolahkan anaknya, ketimbang bekerja. Anak-anak diharuskan sekolah paling tidak sampai mereka mengalami masa pubertas. Maklumat itu berlaku di Istanbul dan memuat sanksi bagi yang mengabaikannya. Reformasi pendidikan sekolah dasar kembali dilakukan Sultan Mahmud II. Perubahan itu antara lain; mewajibkan kehadiran siswa di kelas, dibuatnya sitem kelas, membuka sekolah asrama bagi anak-anak yatim, dan mengawasi kualitas guru. Administrasi sekolah pun mulai dikelola oleh Shaykh al-Islam.
Pada 1845, Imperium Usmani memasuki periode Tanzimat atau reorganisasi kerajaan. Pendidikan dasar pun ikut mengalami perubahan. Sekolah-sekolah didata dan ditata ulang. Pemerintahan Usmani menegaskan tak boleh sembarang orang menjadi guru. Mereka yang berhak untuk mengajar di sekolah adalah guru yang mengantongi surat izin. Sejak saat itu mulai diterapkan sistem tingkatan kelas dan ujian bagi para siswa. Bidang pendidikan mendapat perhatian yang makin besar seiring dengan dibentuknya kementerian sekolah umum. Kementerian itu bertugas untuk menerapkan berbagai kebijakan di sekolah dan mengawasinya. Jenjang pendidikan dasar dibatasi sampai empat tahun dan setelah itu bisa melanjutkan ke sekolah lanjutan.
Penguasa Usmani mewajibkan rakyatnya untuk sekolah. Pendidikan dinasionalisasikan. Papan tulis, pensil, dan kotak pensil mulai digunakan dan kehadiran di sekolah diwajibkan. Pada 1857, Kerajaan Usmani membentuk kementerian pendidikan. Akibatnya, reformasi di bidang pendidikan dasar pun kembali digulirkan. Pendidikan dasar digratiskan dan gaji guru dibayar oleh negara.
Pada 1864, Usmani Turki membentuk Komisi Sekolah Dasar Muslim. Kurikulum mulai disusun lebih baik. Di sekolah dasar mulai diajarkan beberapa pelajaran tambahan seperti; seni menulis indah, kewarganegaraan, geografi, dan aritmatika. Di setiap lingkungan atau desa paling sedikit diharuskan berdiri satu sekolah dasar. Bila dalam satu desa ada dua sekolah, maka satu sekolah digunakan untuk sekolah bagi anak laki-laki dan sekolah yang lain digunakan untuk anak perempuan. Anak laki-laki diwajibkan sekolah dasar mulai usia enam hingga 10 tahun. Sedang anak perempuan diharuskan mengenyam pendidikan dasar mulai umur tujuh tahun hingga 11 tahun.
Sekolah dasar di era Usmani tak memungut biaya dari orangtua siswa. Sumber dana untuk operasional sekolah dasar itu berasal dari wakaf, pajak lokal, zakat fitrah pada akhir Ramadhan, zakat, serta uang hasil penjualan kulit hewan kurban. Pada 1869, pendidikan dasar kembali mengalami perubahan. Berdasarkan aturan itu, sekolah dasar ditata ulang dan berubah menjadi ibtidaiyah mulai 1870. Aturan itu tak hanya berlaku di Istanbul saja, namun juga di seluruh wilayah kekuasaan Kerajaan Usmani. Buku-buku baru untuk ibtidaiyah pun mulai disusun dan dipersiapkan. Buku-buku ibtidaiyah itu memang berbeda baik secara isi maupun format. Pada era kekuasaan Sultan Abdulhamid II, pendidikan dasar mulai mendapat tempat dalam konstitusi negara tahun 1876.
Undang-undang Dasar Kerajaan Usmani itu mewajibkan seluruh remaja di wilayah kekuasaannya untuk menamatkan pendidikan dasar. Di era pemerintahan Sultan Abdulhamid II, sekolah dasar telah berkembang begitu pesat. Di kota Istanbul saja, telah berdiri tak kurang dari 355 sekolah dasar negeri dan tujuh sekolah dasar swasta.Sekolah dasar juga berkembang pesat di kota-kota di kawasan Anatolia. Di Aydin terdapat tak kurang dari 1.379 sekolah, terdiri dari 669 sekolah untuk anak laki-laki, 92 sekolah dasar khusus puteri dan 669 sekolah lainnya campuran antara laki-laki dan perempuan. Di Kastamonu yang juga wilayah kekuasaan Usmani terdapat 855 sekolah dasar. Selain itu, di Bursa juga terdapat 56 sejolah negeri dan 1.406 sekolah swasta.
Sedangkan, di Canakkale terdapat 400 sekolah dasar. Sementara itu, di kota Ankara, Diyarbakir, Konya, Sivas dan Izmit terdapat lebih dari 200 sekolah dasar dan di Erzurum terdapat lebih dari 100 sekolah dasar. Sekolah dasar pun berkembang di Kosovo dan Manastir yang merupakan dua wilayah kekuasaan Kerajaan Usmani di Balkan. Di kedua wilayah itu terdapat 500 sekolah.Selama dalam kekuasaan Usmani, di wilayah Yerusalem pun terdapat 300 sekolah dasar. Selain itu ada 200 sekolah di Beirut dan lebih dari 100 di Aleppo.
Perguruan Tinggi di Masa Kejayaan/br> Tak hanya sekolah dasar yang tumbuh pesat di era keemasan Kerajaan Usmani. Sekolah yang levelnya lebih tinggi, seperti madrasah atau perguruan tinggi juga bermunculan. Dari madrasah itulah lahir sarjana-sarjana handal yang menguasai sains dan peradaban. Itulah salah satu modal yang membuat Imperium Turki menjadi negara yang kuat, pada masanya. Kekuatan pemerintahan Usmani yang mampu menciptakan stabilitas politik dan ekonomi juga turut menopang perkembangan madrasah. Sistem pendidikan madrasah yang diterapkan pemerintahan Usmani sedikit-banyak turut mengadopsi warisan dari Dinasti Seljuk Turki. Bagi Kerajaan Usmani, pendidikan merupakan bidang yang terbilang amat penting.
Tak heran jika di setiap wilayah yang ditaklukannya, pemerintahan Usmani selalu membangun madrasah di sekitar masjid. Ini merupakan bagian dari kebijakan penaklukan yang dilakukan Imperium Usmani. Bagi Turki Usmani, agama, ilmu pengetahuan, dan pendidikan merupakan tiga hal yang penting. Melalui pendidikan, pemerintahan Ottoman itu akan memiliki pegawai yang terdidik dan berkualitas.
Madrasah pertama yang dibangun pemerintahan Usmani berada di Iznik (Nicea). Adalah Orhan Gazi - penguasa Dinasti Usmani -- yang kali pertama membangun madrasah itu. Dia membangun madrasah itu, tak lama setelah menaklukan kota itu pada 1330-1331 M. Untuk mengelola dan membiayai operasional madrasah itu, Orhan membentuk lembaga wakaf. Orhan juga ikut menjadi pengajar bersama wakilnya mevlana Davud Al-Kaysery yang telah menamatkan pendidikannya di Mesir.
Sejumlah ilmuwan terkemuka pada waktu itu, seperti Davud Al-Kayser dan penggantinya Taceddin Al-Kurdi, serta Alaedin Esved juga turut mengajar di madrasah itu. Antara abad ke-14 hingga 16, tak kurang dari 115 ilmuwan telah lahir dari madrasah yang berada di Anatolia dan negara Islam lainnya. Sejak saat itulah, setiap penguasa Usmani mendirikan madrasah.
Sultan Murad II di Edirne mendirikan Dar Al-Hadits Madrasah. Karamanoglu Ali Bey pada 1415 mendirikan Akmadrasa di Nigde. Sultan Muhammad II juga mendirikan Sahn-i Saman madrasa. Di Bursa Lala Sahin Pasha Madrasa yang didirikan pada 1348, tak sembarang guru bisa mengajar. Hanya guru yang berilmu dan berwawasan luas yang boleh mengajar. Pada era kejayaannya. Madrasah yang didirikan tak hanya mencetak ulama. Namun, juga ilmuwan yang menguasai filsafat, matematika, astronomi, ilmu alam, geografi, serta kedokteran.
Mulai dari abad ke-14 hingga Sultan Muhammad berkuasa, Imperium Usmani memiliki sekitar 42 madrasah yang tersebar di Bursa 25 madrasah, 13 madrasah di Edirne, dan empat madrasah di Iznik. Dalam waktu yang singkat, jumlah perguruan tinggi yang dimiliki Kerajaan Usmani terus bertambah banyak. Beberapa tahun kemudian, jumlahnya bertambah menjadi 82 madrasah. Itu berarti setiap dua tahun, berdiri dua perguruan tinggi atau madrasah. Setiap madrasah dirangking berdasarkan statusnya.Sayangnya, perkembangan dan kemajuan yang dicapai madrasah- madrasah di era Usmani itu mulai menurun pada abad ke-17 M. banyak pemikir Turki memperkirakan kemunduran itu terjadi akibat terlalu banyaknya jumlah mahasiswa yang belajar dan turunnya kualitas tenaga pengajarnya. Pendidikan Kedokteran Zaman Usmani
Imperium Usmani memiliki konsep dan metode khusus dalam mendidik tenaga medis. Selain sudah memiliki tabib -- yang dikenal sebagai spesialis penyakit dalam pada era itu pemerintahan Usmani juga sudah memiliki dokter spesialis bedah, dokter spesiali orthopedi, dan lainnya. Para dokter itu dididik dengan cara yang berbeda-beda. Dokter pada masa itu menempati posisi yang amat tinggi. Para dokter itu dididik dan ditempa di sebuah madrasah dan dar al-shifa alias rumah sakit (RS). Di era itu, RS tak hanya menjadi tempat mengobati pasien, namun juga menjadi tempat bagi para calon dokter menempa diri. Di RS Kayseri, para calon dokter belajar mengenai dunia kedokteran secara teori dan praktik.
Anak muda yang ingin menjadi dokter disebut talib. Sedangkan, mahasiswa kedokteran mendapat gelar Shaqirdi tabib. Para sakird atau mahasiswa kedokteran itu ikut hadir menangani berbagai kasus secara langsung di RS. Sedangkan di madrasah mereka mempelajari seluk-beluk kedokteran secara teori.Kerajaan Usmani Turki memiliki tradisi baru dalam membangun RS, yang berbeda dengan Dinasti Seljuk. Salah satunya adalah RS Bursa - bagian dari kompleks Sultan Yildirim. Di tempat itu juga dibuka sekolah kedokteran. Di RS Bursa itu ada ruang belajar dan ruangan guru yang juga para dokter. Di Istanbul, pemerintahan Usmani membangun RS Fatih pada 1470 M yang juga sekolah kedokteran. Selain itu di Edirne juga dibangun RS dan sekolah kedokteran yang bernama RS Bayezid II pada 1484. Hingga abad ke-19 M, para dokter dididik di RS yang sekaligus menjadi sekolah kedokteran.


13.Perlu Dikembangkan Sekolah Inklusif di Indonesia

pendidikan sekolah berbasis inklusi di Indonesia perlu terus dikembangkan, sebab masih banyak anggapan warga bahwa anak berkebutuhan khusus (cacat) belum mendapatkan hak-haknya seperti anak normal.
"Kami berharap pengembangan sekolah yang berbasis inklusi agar terus ditingkatkan guna menyadarkan masyarakat dalam mewujudkan hak-hak anak berkebutuhan khusus tersebut," kata Wakil Direktur Program Heller Keller Internasional (HKI) Ari Margiono di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Ahad.
Di sela acara "Inclusive Education Fun Day" di SD Negeri No.02 Lebak Bulus itu, ia mengatakan anak berkebutuhan khusus tersebut pada sekolah yang berbasis inklusif mereka akan mendapat perlakukan yang sama.
"Sekolah yang berbasis pendidikan inklusi itu ada kekhususan, antara lain infrastruktur sekolah termasuk guru pendidik khusus (GPK)," katanya.
Dia berharap, ke depan pemerintah harus meningkatkan sekolah berbasis inklusif di seluruh wilayah Indonesia. Karena dengan dibangunnya sekolah itu akan dapat mengurangi kesenjangan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal.
"Sekolah berbasis inklusif telah dibangun di sejumlah wilayah di Indonesia antara lain di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Tengah, Aceh dan Sulawesi Tengah," ucapnya.
Menurut Ari, dari jumlah sekolah tersebut telah mampu menampung siswa sekitar seribu lebih. Namun yang paling banyak baru di wilayah DKI Jakarta.
Dewi Yull seorang penyanyi dan artis sinetron pada acara itu mengatakan sangat apresiatif dan mendukung pelaksanaan pendidikan inklusif.
"Saya sangat mendukung pendidikan tersebut, dengan harapan ke depannya anak-anak cacat fisik tidak diperlakukan berbeda di tengah masyarakat," katanya.


14.Wisata Pendidikan perlu Dikembangkan

Yayasan Widya Budaya, Widi Utaminingsih, mengatakan program wisata pendidikan sudah saatnya dikembangkan di setiap sekolah sebagai proses pembelajaran siswa tentang cinta bangsa, negara dan tanah air.
"Idealnya wisata pendidikan didesain khusus untuk memenuhi kapasitas ilmu pengetahuan para pelajar untuk mengisi wawasan kebangsaan melalui kegiatan perjalanan, mengenal wilayah dan potensi sumber daya lokal antarkabupaten, provinsi serta antarpulau di Indonesia," katanya di Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, kegiatan perjalanan dalam tur wisata pelajar akan berdampak luas bagi pengembangan ekonomi di daerah karena dapat mendukung pergerakan ekonomi rakyat sekaligus membuka kantong-kantong seni dan budaya yang perlu diketahui pelajar.
"Diharapkan kegiatan wisata pendidikan dapat menjadi sarana pelajar untuk melestarikan budaya dan mengenalkan nilai luhur sejarah dan budaya bangsa Indonesia," kata Widi Utaminingsih yang yayasannya bergerak di bidang penelitian dan pengembangan wisata berwawasan budaya dan kebangsaan berbasis potensi lokal.
Menurut dia, dari kegiatan tersebut juga diharapkan banyak bermunculan ragam objek wisata yang bisa dimanfaatkan oleh penjual jasa pariwisata, sehingga dapat mendukung terciptanya lapangan kerja masyarakat setempat khususnya di area objek wisata.
"Ini berarti objek wisata di setiap daerah yang menjadi objek kunjungan para pelajar dapat memberikan dan membuka lapangan kerja bagi warga setempat. Misalnya, tumbuhnya penjual cenderamata, warung makan, dan aktivitas masyarakat ," katanya.
Ia mengatakan, program wisata pendidikan cinta Indonesia merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena diprediksikan kegiatan ini mampu mengentaskan masyarakat negeri ini menuju kehidupan yang lebih baik.
Dengan menggerakkan arus pelajar untuk mengikuti jenis wisata minat khusus ini akan memberi angin segar bagi kehidupan di segala bidang, karena jutaan pelajar di Indonesia merupakan potensi wisatawan pendidikan.
"Dapat diperkirakan berapa nilai rupiah yang berputar di Indonesia jika terjadi pergerakan jutaan pelajar untuk berwisata, sehingga dapat dipastikan pada libur sekolah setiap objek wisata akan ramai dikunjungi pelajar dan mereka membelanjakan uangnya," katanya.


15.Indonesia Harus Punya Pendidikan Teknik Mumpuni

Pembangunan bangsa ini tak bisa bergerak cepat tanpa disertai pendidikan teknik yang baik. Karena itu, Indonesia harus mendirikan banyak perguruan tinggi khusus teknik untuk menopang pembangunan itu.
Wakil Presiden Jusuf Kalla melihat setidaknya Indonesia mesti mempunyai empat perguruan tinggi khusus teknik atau institut yang tersebar di beberapa pulau. Dua perguruan tinggi yang sudah ada di Pulau Jawa, yaitu ITB dan ITS. Dan dua lagi yang ingin dibangun di Sumatera dan Sulawesi Selatan. ''Biar kita bangun kampusnya besar-besaran,'' ujarnya saat meresmikan pencanangan pembangunan kampus Fakultas Teknik Gowa, Universitas Hasanuddin, di Gowa, Sulsel, Sabtu (2/5).
Kampus teknik Gowa ini direncanakan bakal menjadi pusat pendidikan teknik untuk kawasan Indonesia Timur. Kampus di areal seluas 38 hektar ini akan dibangun dengan memakan biaya sekitar Rp 1,1 triliun dan selesai pada 2010. Biaya pembangunannya bersumber dari bantuan JICA Jepang, pemerintah pusat, dan daerah.
Wapres sudah meminta Departmen Pendidikan Nasional untuk segera menentukan kampus teknik yang akan dibangun di Sumatera. Namun sampai sekarang, lokasi kampus itu belum juga ditentukan. ''Karena di sini (Gowa) yang paling siap, ya kita bangun,'' sergahnya.
Menurut Wapres, anggaran pembangunan yang sangat besar untuk mendirikan perguruan tinggi khusus teknik ini, tak menjadi masalah bagi pemerintah. Anggaran Diknas yang terus naik setiap tahunnya dikatannya cukup untuk menutupinya. ''Saya minta untuk segera bikin juga di Sumatera agar ada pemerataan teknologi di Indonesia,'' serunya.
Tak hanya pembangunan gedung kampusnya, Wapres mengingatkan sumber daya pengajarnya pun harus ditingkatkan. Karena itu, ia sangat mendukung program beasiswa bagi staf pengajar teknik ke luar negeri untuk mendapatkan gelar master dan doktor. Ia pun mendukung pihak kampus bila ingin bekerja sama dengan perguruan teknik ternama dunia.
Khusus untuk kampus Fakultas Teknik Gowa, Wapres meminta agar gedungnya dibangun dengan menerapkan disain modern. Ia ingin spirit berpikir jauh ke depan bisa dipancarkan dari fakulltas yang dibangun dengan mengambil model postmodern ini. ''Saya selalu minta begitu agar kita berpikir jauh ke depan, tidak hanya kebanggaan ke belakang,'' jelasnya.
Wapres melakukan kunjungan kerja ke Gowa dengan didampingi istri, Mufidah Jusuf Kalla. Tampak ikut lokasi acara Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo dan segenap muspida Sulsel dan Kabupaten Gowa.
Selesai mencanangkan pembangunan fakultas teknik itu, Wapres langsung meninjau lokasi kampus 2, Universitas Islam Negeri Alauddin yang juga terletak di Gowa. Rombongan sempat mendapatkan penjelasan dari rektor UIN mengenai perkembangan pembangunan gedung kampus baru itu.

Pendidikan Keagamaan

11.Krisis Akhlak di Indonesia Memprihatinkan

YOGYAKARTA, SELASA — Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, persoalan utama yang dihadapi bangsa Indonesia adalah masalah kebodohan, kemiskinan, dan krisis akhlak yang belakangan ini begitu memprihatinkan.
"Dalam kaitan itu, perlu kiranya Departemen Agama (Depag) meningkatkan upaya penanggulangan melalui program kegiatan yang terencana dan terarah sesuai tanggung jawab melalui pendidikan agama dan keagamaan," katanya di Yogyakarta, Selasa.
Selain itu, katanya pada peresmian gedung Kanwil Depag DIY, Depag juga diharapkan dapat mengatasi masalah kebodohan sebagai penyebab keterbelakangan bangsa ini, dan bisa menjadi pelopor dalam upaya perbaikan akhlak dan moral bangsa khususnya dalam pemberantasan korupsi.
Menurut dia, Depag hendaknya juga dapat meningkatkan kontribusi melalui pemberdayaan lembaga sosial keagamaan seperti masjid, gereja, pura, dan tempat ibadah lain sebagai pusat kegiatan sosial kemasyarakatan.
Depag bersama instansi terkait juga diharapkan mengembangkan kebijakan di bidang pengelolaan zakat, infak, sedekah, wakaf, serta dana sosial keagamaan lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menanggulangi kemiskinan.
Dia mengatakan, dengan diresmikannya kantor baru yang cukup megah, diharapkan seluruh aparat Depag dapat lebih meningkatkan kinerja dan menjadikannya perekat hubungan antaragama dan pemeluknya menjadi semakin harmonis.
"Sesuai khitah, negara menjamin semua umat beragama untuk mengamalkan ajaran agamanya, baik kehidupan pribadi, maupun dalam pergaulan sosial kemasyarakatan sehingga tercipta kehidupan yang saling menghargai antarumat beragama di tengah masyarakat," katanya.
Sementara itu, Kepala Kanwil Depag DIY Afandi mengatakan, secara keseluruhan pembangunan gedung tersebut sebesar Rp 11,163 miliar.
"Dengan perincian dana DIPA 2007 sebesar Rp 3,841 miliar, DIPA 2008 Rp 6 miliar dan Rp 1,5 miliar," katanya. Peresmian gedung tersebut ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Sultan Hamengku Buwono X.


12.Pendidikan Keagamaan di TPST Bantar Gebang Dikembangkan

Keagamaan di sekitar Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Rt 1/Rw 5 Kelurahan Ciketing Udik, Kecamatan Bantar Gebang akan dikembangkan dengan adanya pembangunan beberapa sarana dan prasarana kegiatan belajar mengajar agama, pelatihan keterampilan, dan sekolah.
"Rencananya akan ada pembangunan dan pengembangan sekolah, Taman Pendidikan Al Qur'an, kegiatan masjid dan pembangunan klinik di tengah-tengah komunitas masyarakat pemulung," kata Ahmad Khoidir Rohendi, Pengurus Cabang MKM Muhammadiyah, Jumat (1/5).
Menurut Hendi, selain kegiatan-kegiatan tersebut akan ada kegiatan pengembangan ekonomi, pendidikan anak, pendampingan dan penyelenggara pendidikan alternatif. Kegiatan belajar mengajar Al Quran di Masjid Al Muhajirin yang dulunya dikelola oleh PCM Rawamangun kemudian dilimpahkan kepengurusannya kepada PDM Bekasi dengan program MKKM Bekasi.
Sebelum ada kegiatan itu, di lingkungan TPST Bantar Gebang juga telah didirikan program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang telah berdiri pada 2008 dari dana Dinas Pendidikan Kota Bekasi, dan beberapa Taman Kanak-Kanak Al Quran dan Ikatan Guru Taman Pendidikan Al Quran (IGTPQ) yang dikelola oleh Departemen Agama.
Hendi juga menjelaskan saat ini, di Masjid Al Muhajirin sudah ada kegiatan kajian remaja yaitu, Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) dan Majelis Ta'lim yang telah terdaftar dan terprogram.
Selain itu juga Program Pemberdayaan Kompetisi Indeks Pembangunan Manusia (PPK-IPM) yang kegiatannya, antara lain baca, tulis, hitung (calistung), pelatihan membuat kerajinan tangan dan kue, dan ukir-ukiran atas kerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Bekasi dan Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI)."Rencananya akan dibangun juga klinik seluas 500 m2 dan Ponpes untuk semua kalangan di lingkungan tersebut," katanya.


13.Depag akan Kaji Pendidikan Pesantren

Forum Komunikasi Pesantren Mu'adalah (FKPM) mengenai perlunya peraturan menteri (permen) untuk mengatur pondok pesantren mendapat tanggapan positif. Guna membahas pendidikan keagamaan termasuk pesantren, Departemen Agama akan duduk bersama dengan para rektor Universitas Islam Negeri (UIN) serta sejumlah pengurus pesantren.
''Depag akan menggelar diskusi yang akan dihadiri pejabat eselon I Depag, seperti kabalitbang, sekjen, dan irjen bersama beberapa rektor UIN serta pengasuh pesantren untuk membahas pendidikan keagamaan. Hasil diskusi itu akan dijadikan dasar untuk itu (permen),'' ungkap Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Departemen Agama, Prof Muhammad Ali kepada Republika , Selasa (21/4). Rencananya, pertemuan itu bakal digelar pada Jumat (24/4) pekan ini.
Sebelumnya, sejumlah pesantren besar berpengaruh di Indonesia meminta agar Menteri Agama mengeluarkan Peraturan Menteri Agama yang khusus mengatur pendidikan pesantren. Sehingga, pesantren dapat terpisah dari diniyah.
''Pendidikan pesantren tidak sama dengan pendidikan diniyah. Kami harap menteri agama segera mengeluarkan Permen tentang Pesantren Mu'adalah yang terpisah atau berbeda dengan Madrasah Diniyah,'' tutur KH Muhammad Idris Jauhari, pengasuh Pondok Pesantren Al Amien Prenduan, Sumenep, Madura, Jawa Timur, Ahad (19/4).

Kualitas madrasah

Dalam kesempatan yang sama, Prof Ali berharap kualitas madrasah di seluruh Tanah Air terus meningkat. Untuk itu, pihaknya berharap pada Ujian Nasional (UN) 2009, prestasi yang telah dicapai madrasah tidak menurun. ''Raihan prestasi murid, baik yang berasal dari madrasah swasta dan negeri, diharapkan tak mengalami degradasi,'' ujarnya menegaskan.
Pihaknya optimistis, kualitas dan prestasi para siswa madrasah pada UN tahun ini akan meningkat. Sebab, kata dia, para siswa madrasah telah mempersiapkan diri jauh sebelum ujian digelar. Pada tahun ajaran 2007/2008, tingkat kelulusan siswa madrasah ibtidaiyah (MI) mencapai 99,60 persen, madrasah tsanawiyah (MTs) sekitar 94,39 persen, dan madrasah aliyah 89,16 persen. Mata pelajaran yang diujikan meliputi bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Matematika, dan IPA.
Pada tahun ajaran 2008/2009, jumlah siswa yang sedang dan akan mengikuti UN mencapai 1.599.670. Perinciannya, siswa MI mencapai 522.875 orang, tingkat MTs sekitar 776.434, dan MA 300.361 siswa. Menyinggung kemungkinan adanya kecurangan yang dilakukan para guru dalam pelaksanaan UN, Dirjen Pendidikan Islam, Muhammad Ali menegaskan, pihaknya akan menindak tegas terhadap siapa pun yang melanggar aturan.''Kami akan mengambil tindakan tegas, bila ada yang terbukti melakukan kecurangan, sanksinya bisa sampai pemecatan,'' kata Ali menegaskan.


14.Lembaga Pendidikan Non Formal Keagamaan JIC

Di Indonesia, permulaan munculnya madrasah baru terjadi sekitar abad ke-20. Meski demikian, latar belakang berdirinya madrasah tidak lepas dari dua faktor, yaitu semangat pembaharuan Islam yang berasal dari Islam pusat (Timur Tengah) dan merupakan respons pendidikan terhadap kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang mendirikan serta mengembangkan sekolah.
Pada konteks Indonesia, berkembangnya madrasah di Indonesia merupakan respon terhadap kebijakan politik pendidikan pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi, dalam kajian sejarah pendidikan Islam di Indonesia, pada umumnya disebutkan peran penting Madrasah Diniyah Labai al-Yunusiah yang didirikan oleh Zaenudin Labai el-Yunusi (1890-1924) dan Madrasah Mambaul Ulum sebagai madrasah yang masing-masing berdiri di wilayah Sumatera dan wilayah Jawa. Apalagi kedua madrasah itu memang sudah sejak awal menampilkan sosok madrasah yang lebih terorganisasi dan permanen.
Dalam perkembangannya, sistem pendidikan Islam madrasah sudah tidak menggunakan sistem pendidikan yang sama dengan sistem pendidikan Islam pesantren. Karena di lembaga pendidikan madrasah ini sudah mulai dimasukkan pelajaran-pelajaran umum seperti sejarah ilmu bumi, dan pelajaran umum lainnya.
Metode pengajarannya pun sudah tidak lagi menggunakan sistem halaqah, melainkan sudah mengikuti metode pendidikan modern Barat. Yaitu dengan menggunakan ruang kelas, kursi, meja, dan papan tulis untuk proses belajar mengajar.
Melihat kenyataan sejarah, kita tentunya bangga dengan sistem dan lembaga pendidikan Islam madrasah yang ada di Indonesia. Dan kini, perkembangannya sudah menjamur. Apalagi dengan metode dan kurikulum pelajarannya mengadaptasi sistem pendidikan serta kurikulum pelajaran umum, mengedepankan moral dan etika serta nilai-nilai keagamaan yang berkembang di masyarakat.
Dengan begitu, madrasah yang tadinya hanya dipandang sebelah mata, secara perlahan-lahan berhasil mendapat perhatian dari masyarakat. Apresiasi ini menjadi modal besar bagi madrasah untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa. Dalam konteks kekinian, sekarang ini banyak sekali madrasah yang menawarkan konsep pendidikan modern, yaitu konsep yang memberikan pelajaran atau pendidikan agama dan juga mengadaptasi mata pelajaran umum.
Jakarta Islamic Centre sebagai pusat pengembangan sumber daya Muslim kini memiliki lembaga pendidikan non formal keagamaan bercorak islam yang berkesinambungan, terdiri dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), TKA-TPA Plus dan Madrasah Diniyah Plus. Lembaga pendidikan ini didesain dengan kurikulum terpadu yang mengombinasikan materi pendidikan diniyyah dasar dengan pengembangan materi kecerdasan multiple intelligence melalui pendidikan kelas terbuka.
PAUD yang bekerjasama dengan Yayasan Qalbun Salim mengembangkan metode pembelajaran dengan sistem belajar melalui bermain (pakem and active learning) serta Beyond Centre dan Circle Time (BCCT/Centre) yang bertujuan mengembangkan kemampuan sosialisasi anak dengan lingkungan sekitar melalui kegiatan belajar yang menyenangkan.
TKA-TPA Plus JIC dengan model pembelajaran yang mengacu pada prinsip 'Bermain Sambil Belajar Integrasi IMTAQ' memiliki harapan untuk menjadikan anak didik menjadi generasi Qurani dalam kehidupan sehari-hari
MD Plus JIC yang memiliki tiga tingkatan jenjang pendidikan : Tingkat Ula kelas I, II, III, dan IV (sederajat dengan kelas III, IV, V dan VI), didesain dengan kurikulum terpadu. Yakni, mengombinasikan materi pendidikan diniyyah dasar dengan materi pengembangan kecerdasan multiple intelligence, di antaranya dengan kegiatan computer for Kids yang bermuatan teknologi komputer terapan.


15.Ribuan Santri Ikut Tes Beasiswa PTN

Para siswa yang bersekolah di lingkungan pesantren untuk masuk di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) kian terbuka. Sehubungan dengan itu, sebanyak 2.200 santri seluruh Jatim telah mengikuti tes beasiswa masuk ke PTN.
Para santri yang mengikuti ujian saringan untuk penerimaan beasiswa berkuliah gratis di jenjang S1 (sarjana) di sejumlah PTN yang telah ditunjuk itu pada tahun ajaran 2009 ini dijatah sebanyak 400 orang. Jadi, sebanyak 2.200 santri memang harus bersaing secara ketat.
Kepala Bidang Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren (Kabid Peka dan Ponpes) Kanwil Departemen Agama (Depag) Jatim, Sudjak mengatakan bahwa ujian tes penerimaan beasiswa ini di antaranya mencakup materi tes skolastik, kecakapan akademis, pengusaan Bahasa Inggris, Arab, dan kepesantrenan. ''Tes beasiswa ini diikuti oleh seluruh santri di Jatim,'' kata Sudjak di Surabaya, Jumat (20/3).
Sudjak menjelaskan, seleksi penerimaan beasiswa pada tahun ini memang cukup banyak pesertanya. Dari kuota penyeleksian yang ditetapkan hanya 1.000 santri, papar Sudjak, ternyata yang mendaftarkan lebih dari dua kali lipatnya, yakni sebanyak 2.450 santri.
''Dan, setelah dilakukan seleksi awal yaitu seleksi administrasi akhirnya hanya sebanyak 2.200 santri yang bisa ikut tes seleksi tersebut,'' ungkap Sudjak sambil menambahkan tes telah berlangsung pada Kamis (19/3) lalu di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya.
Untuk penilaian seleksi ini, terang Sudjak, pihak kanwil depag menterahkan sepenuhnya kepada tim penilai yang terdiri dari unsur depag, Depdiknas, serta PTN. ''Semua berkas seleksi ini langsung kami kirimkan ke Jakarta. Sepenuhnya penilaian sangat ditentukan oleh tim yang ada di Jakarta,'' jelas Sudjak.
Perihal materi ujian yang dikirimkan ke Jakarta tersebut, ujar Sudjak, memang dipilah-pilah sesuai dengan kapasitas penilaian. Misalnya, ia menyebutkan untuk materi tes kacakapan skolastik disampaikan ke depdiknas. ''Sedangkan untuk potensi akademik telah dikirim ke PTN yang bersangkutan. Begitu pula, untuk materi tes bahasa dan kepesantrenan disampaikan ke depag,'' terangnya.
Bagi para peserta ujian tes penerimaan beasiswa ini, jelas Sudjak, kalau tidak ada hambatan bisa melihat pengumumannya pada 19 April 2009 mendatang. ''Ya, untuk pengumumannya akan bisa dilihat di kanwil depag Jatim atau di masing-masing ponpes. Atau bisa dilihat di website a milik depag pusat,'' katanya.
Dari kuota penerimaan yang hanya 400 orang itu, Sudjak menjelaskan bahwa para peserta memang bisa memilih delapan PTN yang telah ditunjuk. Di antaranya, papar Sudjak, IAIN Walisongo Semarang, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ITS, Unair Surabaya, IPB, UIN Sunan Kalijogo Yogyakarta, ITB, serta UGM Yogyakarta.

Pendidikan Anak Usia Dini

11.Kurikulum Untuk Anak Usia Dini, Perlukah?

Anak-anak usia dini hidup dalam dunia bermain. Meskipun demikian,tak ada salahnya jika orang tua memiliki rancangan bahan atau materi untuk mengisi hari-hari mereka. Hal yang pasti, kurikulum untuk anak usia dini haruslah sangat fleksibel, sesuai dengan kemampuan dan minat anak.
Kelas-kelas pra-sekolah seperti Play Group (PG) atau Taman Kanak-Kanak (TK) pasti memiliki kurikulum dan target-target, namun karena tuntutan aturan formal, mau tidak mau guru akan menilai perkembangan anak secara kasar, berdasarkan akumulasi kemampuan yang dikuasai anak selama kurun waktu tertentu. Jelas penilaian itu tidak valid, karena ketika guru memasuki kurikulum mewarnai misalnya, beberapa anak mungkin belum siap dengan fase itu. Mereka mungkin menolak untuk melakukannya atau hanya membubuhkan satu coretan pendek di kertasnya, karena dia memang belum berminat.
Di sinilah peran orang tua sangat dibutuhkan. Tak peduli apakah anak-anak masuk TK ataupun tidak, tugas orang tua-lah untuk memahami anak-anaknya dengan baik, sehingga tahu kapan harus memperkenalkan sebuah keterampilan, kapan harus menundanya, kapan harus memacunya lebih kencang, dan bagaimana membuat anak menjadi tertarik untuk mempelajari sesuatu tanpa harus dipaksa oleh waktu dan penilaian pihak lain.
Pendidikan sungguh jauh melampaui batas-batas nilai kuantitatif seperti diterapkan di sekolah. Pendidikan adalah rangkaian proses belajar untuk menjadi manusia yang terus tumbuh, baik secara fisik, mental, maupun spiritual.
Menyusun kurikulum untuk anak usia dini berarti siap mengikuti irama mereka dan siap untuk melangkah lebih jauh saat mereka berminat untuk tahu lebih banyak. Ketika anak-anak diperkenalkan tentang kuda misalnya, bisa jadi rasa ingin tahu mereka berkembang, ingin tahu tentang makanannya, di mana tidurnya, dan mungkin ingin mencoba menaikinya dan mengoleksi gambar-gambarnya.
Adapun secara terstruktur, ada banyak model kurikulum anak usia dini yang telah dikembangkan di dunia. Kurikulum Montessori adalah salah satu di antaranya. Model ini cocok bagi mereka yang senang dengan keteraturan dan mengharapkan anak-anak juga bersikap teratur dan runut. Sebuah buku berjudul Montessori untuk Prasekolah yang disusun oleh seorang praktisi kurikulum Montessori bernama Elizabeth G. Hainstock dan diterbitkan edisi terjemahannya oleh penerbit Delapratasa Publishing, bisa menjadi pilihan untuk mengetahui lebih detail kegiatan-kegiatan ala Montessori.
Melalui buku tersebut akan kita temukan bahwa model Montessori lebih banyak mempergunakan perabotan rumah tangga sebagai media dan mempergunakan kegiatan rutin sehari-hari di rumah sebagai aktivitas belajar.
Temuan tentang multi kecerdasan oleh Howard Gardner juga bisa menginspirasi kita untuk menyusun kurikulum. Delapan bahkan sembilan jenis kecerdasan versi Gardner, yaitu: kecerdasan bahasa, logika-matematika, visual-spasial, fisik, interpersonal, intrapersonal, musikal, natural, dan spiritual bisa dijadikan acuan untuk memilih ragam kegiatan belajar-bermain di rumah.
Buku yang ditulis Thomas Amstrong berjudul Sekolah Para Juara mencoba menjabarkan konsep multi kecerdasan tersebut dalam konteks sekolah formal untuk anak-anak yang lebih besar. Namun bukan tidak mungkin hal itu bisa menginspirasi para orang tua yang memiliki anak usia dini untuk menerapkan jalan pikiran Amstrong ke dalam konteks belajar anak usia dini di rumah.

Kurikulum berdasarkan Perkembangan Anak

Perkembangan anak secara umum ternyata bisa diukur dengan beberapa ukuran berikut: perkembangan fisik motorik, perkembangan kognitif, perkembangan moral & sosial, emosional, dan komunikasi (Slamet Suyanto, Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini:192. Penerbit: Hikayat Publishing. Yogyakarta)
Kita bisa menciptakan kurikulum dengan mengacu pada teori tersebut. Berikut gambaran kasar kurikulum yang mungkin diterapkan:

Perkembangan fisik motorik

- Motorik Kasar: Berlari, memanjat, menendang bola, menangkap
bola, bermain lompat tali, berjalan pada titian keseimbangan, dll.
- Motorik Halus: Mewarnai pola, makan dengan sendok, mengancingkan baju, menarik resluiting, menggunting pola,menyisir rambut, mengikat tali sepatu, menjahit dengan alat jahit tiruan, dll.
- Organ Sensoris:Membedakan berbagai macam rasa, mengenali berbagai macam bau, mengenali berbagai macam warna benda, mengenali berbagai benda dari ciri-ciri fisiknya, mampu membedakan berbagai macam bentuk, dll.

Perkembangan Kognitif

Misalnya: mengenal nama-nama warna,mengenal nama bagian-bagian tubuh, mengenal nama anggota keluarga,mampu membandingkan dua objek atau lebih, menghitung, menata, mengurutkan; mengetahui nama-nama hari dan bulan; mengetahui perbedaan waktu pagi, siang, atau malam; mengetahui perbedaan kecepatan (lambat dan cepat); mengetahui perbedaan tinggi dan rendah, besar dan kecil, panjang dan pendek; mengenal nama-nama huruf alfabet atau membaca kata; memahami kuantitas benda, dll.

Perkembangan Moral dan social

Misalnya: Mengetahui sopan santun, mengetahui aturan-aturan dalam keluarga atau sekolah jika ia bersekolah, mampu bermain dan berkomunikasi bersama teman-teman, mampu bergantian atau antre, dll.

Perkembangan Emosional

Misalnya: Menunjukkan rasa sayang pada teman, orang tua, dan saudaranya; menunjukkan rasa empati; mengetahui simbol-simbol emosi: sedih, gembira, atau marah dan mampu mengontrol emosinya sesuai kondisi yang tepat.

Perkembangan Komunikasi (Berbahasa)

Misalnya: Mampu mengungkapkan keinginannya dengan kata-kata,mampu melafalkan kata-kata dengan jelas (bisa dimengerti oleh orang lain).
Begitu beragam model kurikulum yang ada. Mau pilih yang mana? Mengumpulkan sebanyak mungkin sumber dan memilahnya sesuai kekhasan keluarga masing-masing adalah cara paling baik agar kita memiliki bahan yang lebih kaya untuk anak-anak kita.
Salam PendidikaN.


12.Bagaimana Seharusnya Anak-anak Bersosialisasi

Bersosialisasi adalah fitrah manusia. Bahkan anak-anak yang masih belia sekalipun, akan menunjukkan ciri ini secara reflek. Lihatlah anak-anak kita saat dibawa ke sebuah pertemuan dan ada anak-anak lain di sana.
Meski baru pertama kali bertemu, mereka akan saling berinteraksi secara perlahan. Tentu saja bahasa sosialisasi mereka khas anak-anak. Bisa dengan berbagi makanan, berlarian, atau sekedar duduk atau bermain bersama. Percakapan biasanya akan bergulir setelah beberapa lama, tergantung karakter anak.
Terlepas dari semua itu, sosialisasi juga ternyata berdampak pada perkembangan anak-anak kita. Pengaruh yang paling terlihat adalah bahasa dan sikap. Saat anak-anak bergaul dengan teman-teman yang biasa berkata baik, bahasa mereka biasanya terbentuk menjadi baik. Namun bersiaplah saat anak-anak bergaul dengan teman yang biasa berkata kotor dan kasar, mereka pun berpotensi untuk terbiasa berkata-kata yang sama.
Memilihkan lingkungan sosial yang sehat adalah tugas berat bagi orang tua masa kini. Karakter dan bahasa negatif tersebar terlalu merata. Televisi, keluarga besar, tetangga, kampung, dan sekolah tak dijamin bebas dari bahasa negatif.
Film anak-anak pun tak ragu bercerita tentang perkelahian, perang, dan permusuhan. Kata-kata kasar dan sumpah serapah kerap berhamburan dari tokoh-tokoh jahatnya. Ya, pelajaran apa yang anak-anak tangkap dari film itu? Saya yakin hanya 10 persen saja mungkin hal positif dari film itu yang diserap anak-anak.
Sisanya, dan yang paling diingat, justru adalah bahasa dan karakter yang buruk. Belum lagi keluarga besar, tetangga, kampung, dan sekolah, semuanya juga berpotensi menanamkan saham pada anak-anak kita berupa bahasa dan perilaku negatif.
Sedih ya…
Setiap kali naik kendaraan umum atau berpapasan dengan anak-anak sekolah di jalanan, entah kenapa, bahasa yang saya dengar dari mereka begitu seragam, seperti halnya baju mereka. Nama-nama binatang berhamburan tanpa editor. Mereka tertawa dengan julukan-julukan hewani itu, sama sekali tak sadar nampaknya bahwa hal itu sangat menyedihkan. Siapa yang bisa disalahkan atas itu semua?
Saya melihat, golden age di tambah dengan masa pra baligh bagi orang Muslim, adalah masa penting pendidikan.
Menciptakan sinapsis-sinapsis (sambungan-sambungan neuron di otak) yang positif amat vital pengaruhnya pada perkembangan anak. Tapi, itulah kita, para orang tua yang juga masih butuh banyak belajar. Kita sering mengabaikan masa-masa itu. Kita biarkan anak-anak tumbuh tanpa memilihkan untuk mereka lingkungan yang positif dan menjauhkan mereka dari lingkungan yang negatif.
Di rumah-lah, di dalam naungan kasih sayang orang tua yang peduli, anak-anak seharusnya mendapat dasar-dasar pendidikan yang baik. Dalam keseimbangan antara kemerdekaan untuk kreatif dan nilai-nilai etika, orang tua memikul tanggung jawab besar ini.
Duh, beratnya jadi orang tua. Tak cukup hanya memberi anak-anak makanan bergizi atau berdoa dan berharap agar anak-anak berakhlak baik, sopan, dan banyak harapan baik lainnya. Kita juga harus banyak belajar untuk memberi teladan


13.Belajar Membaca Untuk Anak Usia Dini

oleh Maya A. Pujiati
Bisa membaca di usia dini mungkin bukanlah segalanya. Ada hal yang lebih penting dari kemampuan membaca, yang justru agak sering terlewatkan, yaitu bagaimana membuat anak-anak senang dengan buku dan kegiatan membaca.
Jika pembentukan kebiasaan membaca kurang dibangun, tak jarang, ada anak yang sudah bisa membaca tetapi tidak tertarik dengan buku.
Akan tetapi, tidaklah pula berlebihan jika orang tua mulai menyediakan media belajar membaca (apapun itu) pada saat anak-anak terlihat begitu antusias dengan buku dan kegiatan membaca, meskipun mereka masih berusia balita atau bahkan batita. Kontroversi tentang hal tersebut memang masih selalu hangat dibicarakan dan tak pernah ada habisnya dari waktu ke waktu. Beberapa pihak bahkan melarang orang tua atau guru untuk mengajarkan keterampilan membaca pada usia dini, dengan alasan takut anak-anak jadi terbebani, sehingga mereka menjadi benci dengan kata “belajar”.
Namun sejauh pengalaman saya, selama prinsip belajar ‘fun’ yang dikembangkan, materi apapun yang diajarkan kepada anak usia dini selalu direspon dengan baik dan anak-anak suka untuk belajar. Mengajak anak-anak untuk belajar membaca menurut saya jauh lebih baik daripada membiarkan mereka menonton TV seharian. Tanpa kita sadari sesungguhnya anak-anak juga belajar sesuatu lewat TV, yang sayangnya lebih banyak berupa hal-hal negatif daripada hal-hal yang positif.

Seputar metode belajar

Metode mengajar balita membaca sangatlah beragam. Karena begitu beragamnya, lagi-lagi kita akan menemukan perbedaan dasar pemikiran dari metode-metode tersebut. Meskipun kadang-kadang sering mencuat pertentangan yang tajam antar berbagai metode, kita tak perlu bingung. Kenali saja semua konsep yang ditawarkan, dan kenali pula gaya belajar anak-anak kita. Jika metode dan gaya belajar cocok, kita bisa lebih mudah memotivasi anak untuk belajar.
Berdasarkan telaah saya, sejauh ini di dunia belajar ini dikenal 2 metode besar, yaitu metode terstruktur dan metode tidak terstruktur (acak). Keduanya tidak lebih baik atau lebih jelek dari yang lainnya. Metode terstruktur dan tidak terstruktur (acak) bisa saling melengkapi sesuai karakter dua belahan sisi otak kita yang kini populer dengan istilah otak kiri dan otak kanan.
Otak kiri memiliki karakteristik yang teratur, runut (sistematis), analitis, logis, dan karakter-karakter terstruktur lainnya. Kita membutuhkan kerja otak kiri ini untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan data, angka, urutan, dan logika.
Adapun karakteristik otak kanan berhubungan dengan rima, irama, musik, gambar, dan imajinasi. Aktivitas kreatif muncul atas hasil kerja otak kanan.
Melalui deskripsi tentang karakteristik dua belahan otak tersebut, kita tentu bisa melihat bahwa keduanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. Apa jadinya para kreator-kreator seni jika tak punya tim manajemen yang handal. Bisa kita bayangkan pula sepi dan monotonnya dunia ini jika penghuninya hanyalah para ahli matematika atau akuntansi yang selalu sibuk dengan angka. Secara personal, kita pun akan menjelma menjadi orang yang “timpang” jika tidak mampu menyeimbangkan kinerja dua sisi otak kita. Kita pun bisa tumbuh menjadi orang yang “ekstrem” dalam memandang belajar dan cara belajar.
Selain metode belajar, karakteristik anak-anak juga perlu kita ketahui dan pahami agar kita bisa merancang model-model belajar yang menarik minat anak. Beberapa karakteristik anak secara umum adalah sebagai berikut:

1. Konsentrasi lebih pendek (relatif)

2. Tidak suka diatur/dipaksa

3. Tidak suka dites

Ketiga ciri tersebut jelas menunjukkan kepada kita bahwa mengajar balita membaca tak bisa dilakukan dengan cara-cara orang dewasa. Kita membutuhkan teknik-teknik yang lebih bervariasi dan adaptif terhadap kecenderungan anak-anak. Dan hanya satu kegiatan yang bisa melumerkan 3 karakteristik di atas yaitu BERMAIN. Mengapa? Karena dalam bermain anak-anak tidak menemukan tes, paksaan, dan batas waktu. Ketika bermainlah anak-anak menemukan kebebasan dirinya untuk berekspresi. Ketika bermain pula mereka menemukan kesenangan mereka.

Model-model belajar membaca untuk inspirasi

1. Belajar membaca lewat kosa kata

Kosa kata adalah pembentuk kalimat. Lewat kosa kata yang makin beragam, kalimat yang kita keluarkan pun akan semakin kaya. Lewat kosa kata, anak-anak akan belajar tak hanya kemampuan membaca tetapi juga perbendaharaan dan pemahaman akan kata-kata yang akan mereka gunakan dalam berbicara.
Variasi yang bisa digunakan diantaranya, kartu kata yang disajikan dengan model Glen Doman, poster kata yang ditempel di dinding, buku-buku bergambar yang kalimatnya pendek dan ukuran hurufnya cukup besar. Prinsip yang dipakai dari metode tersebut adalah belajar dengan melakukannya. BELAJAR MEMBACA dengan MEMBACA.
Hal-hal khusus yang menyertai model ini adalah kemungkinan anak-anak untuk mengenal pola lebih lama. Artinya, bisa jadi untuk bisa benar-benar membaca semua kata yang diperlihatkan kepada mereka (meski belum diajarkan) membutuhkan waktu yang cukup lama, tergantung kecepatan anak.

2. Belajar Membaca lewat Suku Kata

Model ini paling banyak digunakan, terutama di sekolah-sekolah. Prinsip dasarnya adalah terlebih dulu mengenali pola sebelum masuk pada fase membaca.
Belajar lewat suku kata misalnya ba bi bu be bo dan seterusnya juga memiliki efek tersendiri, diantaranya kecepatan membaca yang sedikit lambat jika tidak diiringi latihan langsung lewat buku atau bacaan-bacaan. Mengapa demikian? Karena anak-anak akan terbiasa dengan membaca pola lebih dulu baru membaca. Kerja otak kiri lebih dominan dalam hal tersebut.
Untuk mengimbanginya, kita harus lebih sering memotivasi anak untuk membaca kata-kata secara langsung lewat buku tanpa harus memilah suku katanya.

3. Belajar membaca dengan mengeja

Model ini di awali dengan pengenalan huruf baru kemudian merangkainya menjadi gabungan huruf dan kemudian kata. Sebenarnya metode ini sudah jarang digunakan orang karena memang terbukti cukup sulit bagi anak.
Kerja otak kiri akan semakin dominan jika kita memakai metode ini. Anak-anak harus melewati tiga tahapan menuju kata, yaitu huruf, suku kata, lalu kata. Memang ada anak-anak yang bisa belajar dengan metode ini, tapi lagi-lagi latihan membaca kata secara intensif harus mengiringinya agar anak-anak merasa percaya diri untuk membaca.
Belajar Multi Metode
Adakalanya spesialisasi itu baik untuk mengenal kedalaman suatu ilmu, tapi dalam belajar membaca kita bisa mempergunakan multi metode sekaligus tanpa harus merasa tabu hanya karena teori yang kita peroleh dianggap paling rasional.
Dengan kata lain, kita bisa memperkenalkan pada anak-anak kita semuanya, huruf, suku kata, ataupun kosa kata. Catatan pentingnya tentu saja: sajikan dengan perasaan riang sehingga anak-anak kita pun mendeteksi kegembiraan dan ketulusan yang kita berikan pada mereka. Hal itu jauh lebih berarti dan lebih efektif daripada segudang metode terhebat sekalipun.
Tersisa dari itu semua, “kita memang tak boleh berhenti belajar”.


14.IBUKU GURUKU (METODE HOME SCHOOLING GROUP, ALTERNATIF MODEL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI)

Keluarga Samara. Hasil penelitian neurologi dan kajian pendidikan anak usia dini cukup memberikan bukti betapa pentingnya stimulasi sejak usia dini dalam mengoptimalkan seluruh potensi anak guna mewujudkan generasi mendatang yang berkualitas dan mampu bersaing dalam percaturan dunia yang mengglobal pada milenium ke tiga ini. Di samping itu, Rasulullah SAW bersabda uthlubul’ilma minalmahdi ilal lakhdi yang artinya “tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat”.
Hadits tersebut menekankan betapa pentingnya seseorang belajar sedini mungkin. Tentu kesadaran akan perlunya belajar sejak usia dini ini tidak muncul dari si bayi yang ‘belum bisa apa-apa’, namun dimulai dari kesadaran orang tuanya untuk memberikan pembelajaran-pembelajaran kepada anaknya sejak dini. Karena pada dasarnya, ketika seorang manusia telah terlahir ke dunia ini, ia telah dilengkapi berbagai perangkat seperti panca indera dan akal untuk menyerap berbagai ilmu.
Inilah peletak dasar pentingnya pendidikan usia dini. Sejak dini anak harus diberikan berbagai ilmu (dalam bentuk berbagai rangsangan/stimulan). Mendidik anak pada usia ini ibarat membentuk ukiran di batu yang tidak akan mudah hilang, bahkan akan membekas selamanya. Artinya, pendidikan pada anak usia dini akan sangat membekas hingga anak dewasa. Pendidikan pada usia ini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Keberhasilan pendidikan usia dini ini sangat berperan besar bagi keberhasilan anak di masa-masa selanjutnya.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan akses pelayanan pendidikan anak usia dini terus dilakukan, namun data membuktikan dari 28 juta anak usia 0-6 tahun, sebanyak 73 persen atau sekitar 20,4 juta anak belum mendapatkan layanan pendidikan, baik secara formal maupun non-formal. Khusus anak usia prasekolah, akses layanan pendidikan anak usia dini masih rendah (sekitar 20.0%). Artinya sebanyak 80.0% lainnya belum terlayani di pusat-pusat pendidikan anak usia dini. Kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan juga terjadi (Jalal 2002). Hasil yang serupa juga ditemui pada penelitian yang dilakukan oleh Yuliana dkk. di penghujung tahun 2004 dan awal tahun 2005 di Pulau Jawa, bahwa sebagian besar (86.3% di pedesaan dan 73.2% di perkotaan) anak usia prasekolah belum mengakses program-program pendidikan yang ada baik di jalur formal maupun non formal.
Penyebabnya karena masih kurangnya sarana dan prasarana pendidikan khusus untuk usia dini. Selain itu mahalnya biaya pendidikan, semakin menyulitkan anak-anak untuk mendapatkan kesempatan belajar, terutama untuk anak usia dini. Masyarakat secara umum tidak mampu menjangkaunya. Sebagai contoh ada sekolah di Jakarta menarik uang pendaftaran untuk jenjang prasekolah Rp 15 juta di luar uang bulanan Rp 1 juta. Dengan biaya sebesar itu tentunya hanya anak-anak dari kalangan tertentu saja yang mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan yang ”bermutu”.
Padahal keberlangsungan pendidikan untuk anak usia dini, tidak harus dilakukan dengan memasukkan mereka ke dalam lembaga pendidikan. Ibu, adalah SDM yang sangat berpotensial untuk menjadi guru bagi anak-anak usia dini. Ibu memiliki interaksi kuat dengan anak, karena dialah orang yang pertama kali menjalin interaksi; memahami dan selalu mengikuti seluruh aspek tumbuh kembang anak tanpa ada yang terlewat. Ibu adalah orang pertama yang menjadi teladan bagi anak, karena ialah orang terdekat anak. Ibulah yang mampu menerapkan prinsip belajar untuk diterapkan, karena ia yang paling banyak memiliki waktu bersama anak. Ibu adalah yang paling berambisi menyiapkan anak yang sholeh, karena baginya hal tersebut menjadi investasi terbesar untuk akhirat. Akhirnya, memang hanya ibu yang memiliki peluang terbesar mendidik anak dengan penuh ketulusan, kasih sayang dan pengorbanan yang sempurna.
Peluang Ibu menjadi guru bagi anak-anak usia dini sangat besar sekali. Masih banyak Ibu-Ibu yang ada di negeri ini tidak bekerja dan mengurus anak-anaknya secara langsung. Bila Ibu yang menjadi guru maka biaya pendidikan yang dikeluarkan tidaklah besar, karena Ibu dalam menjalankan perannya sebagai pendidik dilakukan di dalam rumah dengan waktu yang disesuaikan dengan kondisi anak dan Ibu. Berbeda dengan memasukkan anak ke dalam sekolah, mereka terikat dengan jadwal belajar tertentu. Ibu pun harus mengeluarkan biaya yang mahal. Menjadikan Ibu sebagai guru dan melaksanakan proses pendidikan dengan metode kelompok belajar bersama di rumah, itulah yang dijalankan dalam program Ibuku Guru Kami dengan metode home schooling group.
Mengapa pendidikan anak usia dini dilakukan di rumah?
Rumah merupakan lingkungan terdekat anak dan tempat belajar yang paling baik buat anak. Di rumah anak bisa belajar selaras dengan keinginannya sendiri. Ia tak perlu duduk menunggu sampai bel berbunyi, tidak perlu harus bersaing dengan anak-anak lain, tidak perlu harus ketakutan menjawab salah di depan kelas, dan bisa langsung mendapatkan penghargaan atau pembetulan kalau membuat kesalahan. Disinilah peran ibu menjadi sangat penting, karena tugas utama ibu sebetulnya adalah pengatur rumah tangga dan pendidik anak. Di dalam rumah banyak sekali sarana-sarana yang bisa dipakai untuk pembelajaran anak. Anak dapat belajar banyak sekali konsep tentang benda, warna, bentuk dan sebagainya sembari ibu memasak di dapur.
Anak juga dapat mengenal ciptaan Allah melalui berbagai macam makhluk hidup yang ada di sekitar rumah, mendengarkan ibu membaca doa-doa, lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dan cerita para Nabi dan sahabat dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan. Oleh sebab itu rumah merupakan lingkungan yang tepat dalam menyelenggarakan pendidikan untuk anak usia dini seperti yang dilakukan semasa pemerintahan Islam, bahwa pendidikan untuk anak-anak di bawah tujuh tahun dibimbing langsung oleh orang tuanya.
Al-Abdary dalam kitab Madkhalusi asy-Syar’i asy-Syarif mengkritik para orang tua dan wali yang mengirimkan anak-anaknya ke sekolah pada usia kurang dari tujuh tahun. Ia mengatakan:“Dahulu para leluhur kita yang alim mengirimkan putera-puteranya ke Kuttab/sekolah tatkala mereka mencapai usia tujuh tahun. Sejak usia tersebut orang tua diharuskan mendidik anak-anaknya mengenal shalat dan akhlak yang mulia. Akan tetapi saat ini amat disesalkan bahwa anak-anak zaman sekarang menuntut ilmu pada usia yang masih rawan (4-5) tahun. Para pengajar hendaknya hati-hati mengajar anak-anak usia rawan ini, karena dapat melemahkan tubuh dan akal pikirannya”.
Metode home schooling group ini dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat karena dalam pelaksanaannya bersifat dinamis, dapat bervariasi sesuai dengan keadaan sosial ekonomi orang tua. Keterlibatan orang tua (ibu) dalam home schooling group sangat dominan dan jarak tempuh anak ke kelompok-kelompok home schooling dapat ditempuh anak dengan berjalan kaki (maksimal 1 km). Hal demikian menjadikan keunggulan dari home schooling (murah, ibu dekat dengan anak, dan dinamis). Mengapa harus dalam bentuk grup atau kelompok ? Hal tersebut bertujuan untuk menanamkan konsep sosialisasi pada anak, membangun ukhuwwah Islamiyah di kalangan Ibu disamping dapat meringankan beban ibu dan upaya memperbaiki lingkungan masyarakat
Kurikulum home shcooling group diharapkan dapat mencerminkan kegiatan untuk membangun kemampuan kepribadian anak dan kemampuan ilmu Islam/tsaqofah (mencakup materi aqidah, bahasa arab, Al-Qur’an, As-Sunnah, fiqh, siroh nabi dan sejarah kaum muslimin) dan membangun kemampuan keterampilan sainteks (kognitif, bahasa, motorik kasar, motorik halus, seni, kemandirian dan sosial emosional). Kegiatan tersebut dilakukan dengan metode pengajaran bermain sambil belajar melalui keteladanan, mendengar, mengucapkan, bercerita dan pembiasaan. Pendekatan pembelajaran dalam home schooling group haruslah berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak, kebutuhan anak, menggunakan pendekatan tematik, kreatif dan inovatif, lingkungan kondusif dan mengembangkan kemampuan hidup.
Peran Ibu sebagai pendidik pertama dan utama, tidak hanya dalam rangka mendidik anak-anaknya semata. Hal ini disebabkan, anak-anaknya berinteraksi dengan anak orang lain di lingkungannya. Anak kita membutuhkan teman untuk belajar bersosialisasi dan berlatih menjadi pemimpin. Kesadaran kita sebagai seorang muslim yang peduli dengan kondisi masyarakatnya akan menumbuhkan rasa tanggungjawab untuk turut mendidik anak-anak lain sebagai generasi penerus umat. Sehingga Ibu tidak cukup mendidik anak sendiri, tetapi juga perlu mendidik anak-anak lain bersama ibunya yang ada di lingkungannya.
Kesamaan visi dan misi dalam mendidik anak di kalangan orangtua sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan aktivitas belajar yang efektif dan efisien. Seringkali selama ini orang tua menyerahkan sepenuhnya pelaksanaan pendidikan anak-anak (termasuk usia dini) kepada sekolah dan guru. Orangtua seharusnya menyadari bahwa kewajiban untuk mendidik anak tidaklah hilang dengan menyekolahkan mereka. Orangtua pun perlu mengkaitkan proses belajar di sekolah dengan di rumah sehingga target pendidikan dapat dicapai.
Menjadi guru bagi anak-anak usia dini, tidaklah berarti Ibu mendidik anaknya secara individual, namun dapat dilakukan secara berkelompok dengan melibatkan para orangtua (Ibu) yang ada di sekitar lingkungannya menjadi team pengajar (guru). Sistem kelompok belajar dalam bentuk grup, selain menumbuhkan kebersamaan dan melatih anak dalam bersosialisasi juga menyuburkan persaudaraan dan kedekatan diantara orangtua sehingga memudahkan memberikan penyelesaian terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul dari anak-anak tersebut. Dengan demikian anak-anak usia dini mendapatkan pelajaran dalam bentuk kelompok dan akan melanjutkan pelajaran mereka di rumah bersama ibunya masing-masing.(www.keluarga-samara.com)


15.Pendidikan Bagi Anak Usia Dini, Bukan Sekedar Pilihan

Oleh Zita Meirina
Jakarta (ANTARA News) - Waktu menunjukkan tepat pukul 12.00 siang, beberapa ibu muda bergegas meninggalkan ruangan kerjanya menuju ruang bercat warna warni di lantai dasar Gedung E Depdiknas yang menjadi lokasi Tempat Penitipan Anak (TPA) "Mekar Asih".
Meski pintu kaca menuju ruang bermain terkunci namun ibu-ibu muda tersebut masih dapat mengintip aktivitas anak-anak mereka dari kejauhan yang sebagian tengah menyusun permainan balok sementara lainnya asyik menggambar.
Rita (35 th) adalah salah satu dari puluhan pegawai Depdiknas yang menitipkan pengasuhan anak perempuannya yang berusia 4,5 tahun di TPA Mekar Asih. Rita mengaku khawatir bila menyerahkan masalah pengasuhan anak kepada pembantu atau pengasuh anak di rumah.
"Beruntung di tempat saya bekerja tersedia TPA yang didirikan ibu-ibu Dharma Wanita dan kini dibina oleh Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), artinya anak saya tidak hanya sekedar bermain tetapi juga mendapat bimbingan dari para pengasuh yang paham betul tentang pendidikan pra sekolah," katanya.

Di tempat ini sedikitnya para orangtua akan merasa tenang bekerja tanpa harus memikirkan si buyung di rumah tanpa pengawasan orang tua. Apalagi bila TPA tesebut didirikan atas dasar kepedulian sosial sehingga tidak sekadar unsur komersil yang ditonjolkan tetapi lebih mementingkan misi sosialnya.
Sementara bagi Mira (29 th) karyawan sebuah perusahaan multi nasional di kawasan Jenderal Gatot Subroto Jaksel, kehadiran TPA di kantornya menjadi "dewa penolong" di saat pengasuh anaknya tiba-tiba minta pulang kampung.
"Saya ingat waktu itu betapa bingung memikirkan siapa yang akan menjaga Keisha (3th) sementara saya dan suami harus bekerja. Untung perusahaan saya adalah perusahaan asing yang memperhatikan kebutuhan-kebutuhan di luar tugas pekerjaan dan salah satunya dengan menyediakan TPA," katanya.
Mira kini malah memilih untuk mempercayakan pengasuhan anaknya di TPA yang berada di lingkungan kantornya. Setiap pagi sebelum masuk kerja, Mira mengantar Keisha ke TPA dan sore pukul 16.00 menjemputnya untuk diajak pulang ke rumah.
"Kalau kemarin tidak ditinggal pengasuh anak mungkin saya dan suami tidak pernah mengenal langsung TPA dan mungkin tetap kurang peduli terhadap pendidikan di usia Keisha," katanya.
Rita dan Mira memang hanya sedikit saja dari mayoritas wanita bekerja yang menyadari akan keterbatasan mereka untuk memberikan pendidikan pra sekolah pada anak-anak mereka.
TPA mungkin tidak sepopuler pendidikan pra sekolah lain yang kini tumbuh subur menjadi bisnis komersil dengan berbagai tawaran menggiurkan mulai dari yang sederhana kemampuan calistung, komputer hingga bahasa Inggris.
Namun sesungguhnya yang terpenting dan ingin dicapai dari tumbuhnya kesadaran orang tua untuk membawa anaknya mengikuti pendidikan pra sekolah, yakni anak memiliki kesempatan mengembangkan kemampuan di masa-masa yang disebut sebagai usia emas (golden age).

Kesadaran
Tempat Penitipan Anak selayaknya memang menjadi bagian dari perencanaan pengembangan pusat pelayanan publik, seperti pasar, perkantoran, pusat perbelanjaan, bahkan kini Depdiknas merintis penyelenggaraan TPA di rumah-rumah ibadah.
Ketua Himpunan Pendidik Pendidikan Anak Usia Dini (Himpaudi), Dr Damanhuri mengaku prihatin karena sebagian besar masyarakat Indonesia baik di kota besar maupun di pelosok daerah belum menyadari pentingnya pendidikan bagi anak usia dini.

Hal itu dibuktikan dengan rendahnya jumlah anak usia dini yang mendapat pelayanan pendidikan, terutama anak di bawah usia lima tahun.
"Tidak semua anak usia pra sekolah mendapat pendidikan yang layak di usianya karena berbagai faktor di antaranya menyangkut kondisi perekonomian yang lemah sehingga waktu orang tua lebih banyak tersita untuk mencari nafkah atau kesibukan bekerja pasangan suami istri. Ini membuat orang tua menganggap pendidikan pra sekolah tidak begitu penting," katanya.
Selain itu, menyangkut kualitas asuhan. Karena terimpit berbagai persoalan hidup, banyak ibu yang tidak memperhatikan pola pengasuhan ideal kepada anak-anaknya, misalnya, dalam pemberian buku-buku bacaan, katanya.
Ironisnya, rendahnya kesadaran untuk memasukan anak usia pra sekolah ke lembaga pendidikan anak usia dini justru terjadi pada pasangan bekerja di kota-kota yang umumnya berpendidikan cukup tinggi.
"Kalau mereka tidak mempercayakan pendidikan usia dini anak pada lembaga yang tersedia apakah TPA atau lainnya, maka orang tua itu wajib mengambil alih pendidikan pra sekolah di rumah atau dalam lingkungan keluarga," katanya.
Di negara-negara lain, PAUD menjadi bagian dari prioritas pemerintah sehingga implikasinya terhadap ketersediaan alokasi anggaran.
"Di Indonesia prioritas pendidikan dimulai dari pendidikan dasar sembilan tahun dan seterusnya, sementara pendidikan pra sekolah justru masih sekedar subtitusi," katanya.
Ironisnya, pemerintah sadar atau tidak justru di usia dini berbagai kemampuan anak mulai berkembang dan kalau "input-nya" tidak digarap secara baik, maka output-nya pun bisa dilihat kemudian," katanya.
Menurut data terbaru tentang jumlah anak usia dini di Indonesia pada tahun 2005 yang lalu lebih dari 100 juta jiwa. Tetapi yang dapat terlayani seperti pada Kelompok Bermain, Taman Bermain pemerintah maupun oleh masyarakat umum hanya sekitar 60 persen.
Pemerintah menargetkan tahun 2007 jumlah anak usia dini yang mendapat layanan PAUD usia 0-6 tahun sebanyak 28,4 juta orang dan usia 2-4 tahun sebanyak 12,1 juta anak.
Sedangkan untuk tahun 2008 ditargetkan jumlah anak yang mendapat layanan PAUD usia 0-6 tahun sebanyak 28,5 juta jiwa dan usia 2-4 tahun sebanyak 12,2 juta anak.

PAUD untuk Semua

Dari berbagai penelitian terbukti bahwa usia dini (0-6 tahun) merupakan periode atau masa keemasan (the golden age) yang sangat menentukan tahap perkembangan anak selanjutnya.
Disebutkan bahwa kecerdasan anak 50 persen dicapai pada usia 0-4 tahun, sebanyak 80 persen pada usia delapan tahun dan 100 persen pada usia 18 tahun.
Pada masa emas, seorang anak mampu menyerap ide dan ilmu/pelajaran jauh lebih kuat daripada orang dewasa, sehingga memberikan pendidikan kepada anak di usia tersebut sangat penting untuk tumbuh kembangnya.
Penelitian itu juga menyebutkan, kecepatan pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 persen dari keseluruhan perkembangan otak anak selama hidupnya sehingga pada usia emas merupakan waktu yang sangat tepat untuk menggali segala potensi kecerdasan anak sebanyak-banyaknya.
Namun sayangnya, pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan anak usia dini masih terbilang rendah.
Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Depdiknas, Ace Suryadi mengakui saat ini penyelenggaraan PAUD belum menjadi prioritas pemerintah sehingga penyelenggaran PAUD masih menjadi inisiatif swasta dan masyarakat .
"Karena belum menjadi prioritas, maka masih banyak anak usia dini yang berada di pedesaan serta mereka yang berasal dari keluarga miskin tidak memiliki kesempatan memperoleh pendidikan yang layak sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar 9 tahun," katanya.
Karena itu, Depdiknas tengah merintis program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berbasis keluarga atau home schooling PAUD untuk memperluas akses pendidikan pra sekolah bagi anak usia 0-6 tahun khususnya bagi kelompok tidak mampu sebelum memasuki pendidikan dasar.
"Konsep dasar dirintisnya PAUD berbasis keluarga adalah karena banyak orang tua yang belum memperoleh kesempatan untuk mengirimkan anaknya ke PAUD, seperti taman penitipan anak, Taman Kanak-kanak dan sejenisnya karena keterbatasan ekonomi," katanya.
Program ini akan membina orang tua dan keluarga untuk terlibat langsung mengembangkan fungsi jasmani dan rohani anak berkembang secara baik, " kata DR Ace Suryadi .
Ia mengatakan, program PAUD berbasis keluarga bertujuan untuk menanamkan konsep pendidikan bagi anak pra sekolah dengan cara-cara benar seperti tanpa kekerasan, tanpa ancaman, tanpa harus ditakut-takuti sehingga tanpa memandang status dan latar belakang keluarganya, maka anak-anak memiliki kesempatan untuk tumbuh kembang secara baik dan siap memasuki pendidikan lanjutan.

PAUD nonformal secara mandiri telah diselenggarakan oleh masyarakat. Bahkan bisa dikatakan 90 persen PAUD dalam bentuk taman penitipan anak /TPA, kelompok bermain diselenggarakan masyarakat baik dari kelompok agama, maupun organisasi perempuan , katanya.
"Untuk menjangkau masyarakat secara lebih luas, maka rintisan PAUD informal berbasis keluarga telah dirintis dengan membuat pedoman umum yang berisi prinsip-prinsip mendidik anak dengan baik dan benar bekerja sama dengan perguruan tinggi ," katanya.
Memasuki tahun ke 5 pencanangan PAUD belum terlihat hasil maksimal, karena di berbagai daerah masih jalan di tempat.
Banyaknya anak usia dini belum terlayani dengan baik. Hal ini memang merupakan satu tantangan besar bagi pemerintah, karena mereka merupakan aset yang bernilai tinggi bagi bangsa.